BINCANG SEJIWA EPISODE 23: “MEMBAKAR KREATIFITAS SISWA LEWAT KOLABORASI BERMAKNA”

BINCANG SEJIWA EPISODE 23
“Membakar Kreatifitas Siswa Lewat Kolaborasi Bermakna”
Minggu, 1 November 2020

Narasumber :

  • Rafika Trisha (Guru BK SMPN 12 Bandar Lampung)
  • Cindy Enjellia (Alumni SMPN 12 Bandar Lampung)
  • Diena Haryana (Pendiri Yayasan SEJIWA)
  • Doni Koesoema A (Pakar Pendidikan Karakter)

Dipandu oleh Elsya Sakillah (Staff SEJIWA)

Pada episode ini, Bincang Sejiwa membahas tentang kisah inspiratif dari seorang guru bimbingan konseling di SMPN 12 Bandar Lampung, yaitu Ibu Fika. Ibu Fika merupakan salah satu sosok guru inspiratif yang memiliki banyak inovasi dalam proses pengajaran, terutama pada mata pelajaran bimbingan konseling. Awal perjalanan karir Bu Fika tidak dimulai dari profesi guru, namun dimulai sebagai penyiar radio Rasuba FM. Selain itu, Bu Fika juga pernah menjadi presenter dan penyiar berita TVRI Bandar Lampung. Awal mula perjalanan Bu Fika menjadi guru dimulai dari keinginan dan pesan dari ayahnya yang meninginkan Bu Fika menjadi guru BK seperti ibunya. Mulai dari momen tersebut, Bu Fika yakin untuk memulai karirnya sebagai guru. Bu Fika masih terus di dunia penyiaran, karena passion, sambil mengambil jurusan BK dan mendaftar PNS. Ketika menjadi PNS, disitulah awal karirnya menjadi guru.

“Kesan selama jadi guru BK, saya menjadi lebih bijak menerima perbedaan, bahwa peserta didik itu unik dan lengkap dengan segala keunikannya, tugas kita sederhana bagaimana kita bisa menerima siswa yang istimewa, siswa yang mungkin  bagi sebagian orang merasa terpinggirkan/ di pinggirkan tapi itulah adalah muiara bagi saya. Sehingga Saya belajar lebih memahami tentang diri saya, kemudian mencoba untuk melihat dunia dunia dari sisi yang berbeda” (Rafika Trisha).

Kisah inspiratif dari Bu Fika sebagai seorang guru BK ini dimulai ketika Bu Fika membangun kolaborasi dengan anak-anak didik melalui Komunitas SPART (SMP Negeri 12 Art Bandar Lampung). SMPN 12 Bandar Lampung memberikan kesempatan yang luar biasa untuk para guru mengembangkan potensi siswa sehingga bisa membuat ruang kolaborasi bersama peserta didik, karena keterlibatan peserta didik sangat penting, salah satunya dengan terbentuknya Komunitas SPART ini. Murid-murid dan alumni untuk memberi kontribusi pada sekolah.

Komunitas SPART ini terbentuk karena Bu Fika percaya bahwa setiap anak unik dan guru tidak boleh membatasi ruang gerak siswa. Di komunitas ini Bu Fika berusaha untuk membangun kepercayaan diri anak sekaligus mengembangkan bakat dan kemampuan para siswa dengan melibatkan siswa dalam setiap kegiatan komunitas. Di dalam komunitas terdapat tim konsep dan tim juang yang mendukung setiap aktifitas komunitas, salah satunya menjadi modelnya dan membantu pembuatan video klip lagu yang bisa dikonsumsi publik.

Guru BK Berbasis Potensi

Secara lebih lanjut Bu Fika menjelaskan mengenai perannya sebagai guru BK di sekolah. Beliau juga memaparkan satu prinsip yang dipegangnya selama menjadi guru BK, yaitu guru BK yang berbasis potensi.

“Potensi adalah sebuah konep yang coba saya munculkan,  saya yakin di luar sana banyak guru BK yang lebih baik dalam memberikan dan menyampaikan sesuatu yg hebat kepada peserta didik. Tetapi yang saya lihat selama ini, guru BK itu berbasis masalah, sehingga kita lebih pada POLISI SEKOLAH. Padahal, kita mempunyai fungsi, pengentasan masalah dan pengembangan potensi peserta didik. Dari situ saya coba mengemas sebuah konsep bagaimana mengembangkan potensi peserta didik, potensi peserta didik tapi dari anak-anak yang bermasalah, membuat ekperimen bahwa untuk kegiatan mengembangkan potensi dapat juga dilakukan untuk mengentaskan masalah, meskipun kita tidak dapat mengubah dunia tapi setidaknya hal kecil akan merubah paradigma itu perlahan.

Saya mencoba membuka layanan bimbingan klasikal, minggu pertama memberi informasikan dan memberi materi/teori mengenai minat, bakat dan potensi peserta didik. Minggu selanjutnya mereka saya persilakan untuk menunjukkan minat, bakat, dan potensi  apapun itu tidak dibatasi, mereka ingin jadi seperti apa, semua saya lihat dan saya contreng satu persatu, terutama bagi pseerta didik yang bermasalah akan saya contreng bakatnya apa, dan kemudian saya lakukan konseling individu kepada mereka yang bermasalah dan mengambil ke bidang seni apa. Jadi saya mencoba mengklasifikasikan peserta didik berdasarkan passion masing-masing” (Rafika Trisha).

Cindy Enjellia sebagai salah satu murid Bu Fika menjelaskan bagaimana Bu Fika telah banyak membangun kepercayaan diri Cindy hingga saat ini ia di SMK. Dengan terlibat di dalam Komunitas SPART di bawah bimbingan Bu Fika, Cindy tumbuh menjadi anak yang lebih percaya diri dan mampu mengembangkan bakatnya. Perjuangan yang telah Bu Fika lakukan untuk anak muridnya sangat berdampak baik pada para siswa, bahkan dampaknya masih terus terasa hingga para siswa ini telah lulus dari sekolah.

“Pengalaman mengasikkan! sangat asik! kita itu bukan seperti guru dengan murid tapi seperti teman sebaya, jadi komunikasi tidak canggung. Selama ini kita tahu guru BK ini galak, tapi Bu Fika ini tidak. Bu Fika memberi motivasi, menunjukkan potensi saya, diikutkan lomba, diajak ke acara untuk mengisi acara, semua pengalaman yang diberikan sangat berharga buat saya” (Cindy Enjellia).

Pengaplikasian Guru BK Berbasis Potensi di Sekolah Lain

Timbul pertanyaan mengenai model pendampingan guru BK yang seperti Bu Fika ini bisa di aplikasikan di sekolah-sekolah lain?

Mas Doni menjawab:

“Tentu bisa, karena prinsip bimbingan konseling ialah membantu menumbuhkan individu berdasarkan assessment, kebanyakan paradigmanya anak-anak jika bermasalah baru dipanggil BK.  Jadi pendekatan seperti Bu Fika ini dipakai guru-guru BK lain. Pertama melihat individunya dengan segala potensinya. Kedua, jangan melihat persoalan tapi menumbuhkan harga dirinya. Bagaimana anak punya pengalaman bahwa dirinya beharga, ketika tumbuh harga dirinya, mereka merasa berharga apapun situasi dan kondisinya, saat itu persoalan akan perlahan  hilang sendirinya. Tetapi apabila fokus ke persoalannya, anak tidak akan melihat sisi lain. Butuh dukungan teman sebaya, dan dukungan lingkungan bapak/ibu guru dan keluarganya, maka kolaborasi dan untuk menumbuhkan sehingga proses pendidikan di sekolah dan dirumah integral dan utuh,pendekatan seperti ini yang efektif. Hal- hal akademik juga dibutuhkan  sebagai pondasi kelimuan sehingga anak dapat cara berpikir logis, mampu menyampaikan gagasan dengan baik, dan kecakapan akademik bisa membuat disiplin dan efektif menyelesaikan persoalan, karena anak diajarkan menganilisis sehingga menemukan pokok akar permasalahan dan merumuskan masalah, mengumpulkan bukti-bukti dan menyimpulkan yang baik”. (Doni Koesoema)

Membangun Kerekatan Emosi dengan Anak

Mba Diena juga menanggapi pemaparan dari Bu Fika dan Mas Doni dengan lebih menjelaskan pada bagaimana kerekatan emosi antara orang tua/guru dengan anak dapat banyak membantu proses perkembangan anak secara lebih baik.

“Apa yang Bu Fika lakukan adalah menanamkan harga diri pada anak. Bahwa anak itu beharga, punya sesuatu yang layak dan sangat bisa dikeluarkan dan bermanfaat untuk diri dan orang lain, apapun yang dipunya, tampilkan. Ini yang membuat kerekatan emosi antara mereka, dan akan menimbulkan  trust/saling percaya dan respect, sehingga tumbuhlah kemampuan Bu Fika untuk mempengaruhi mereka lebih dalam, apa yang ingin disampaikan akan diterima dengan baik. Ketika anak-anak yang bermasalah, maka kata-kata Bu Fika akan memiliki arti, makna, jadi tak perlu marah-marah. Disini akan muncul penanaman karakter pada anak, karena mereka menjadi diri mereka sendiri, mereka gak perlu berbohong, mereka gak perlu merasa takut . Mereka akan timbul integritas karena trust dan respect tadi, kalaupun ada yang salah akan terjadi dialog untuk memperbaiki bersama. Disinilah yang akan memunculkan mutiara hubungan, yang membangkitkan kesadaran anak bahwa mempunyai tanggung jawab dalam dunia ini, dan mempunyai sesuatu untuk diberikan kepada orang lain. Dan penanaman karakter akan terjadi dari strategi dari yang Bu Fika lakukan, dengan mengembangkan potensinya dibangun dan dibangkitkan, apapun itu dihargai dan diberi ruang untuk bekarya dan berkolaborasi dan sebagainya. Bu Fika mengantar kan anak-anak menjadi diri sendiri, itu beharga banget” (Diena Haryana).

Peserta Didik Sebagai Individu yang Memiliki Potensi

“Jika kita melihat dari pendidikan karakter, ada sebuah paradigma pendampingan siswa, yang melihat peserta didik bukan sebagai individu bermasalah, tapi sebagai individu yang memiliki potensi, minat dan bakat serta talenta yang diberikan khusus oleh Tuhan, perspektif ini yang perlu di pahami tidak hanya oleh guru BK, tapi sebenarnya bagi semua pendidik, Bapak/Ibu guru pertama-tama melihat apa sih yang terbaik di diri peserta didik yang dihadapi setiap hari di kelas, karena saya percaya Bapak/Ibu orangtua itu menitipkan putra/putrid nya ke sekolah itu yang terbaik, dan percaya akan didik juga menjadi yang terbaik disana. Paradigma itu berbasis potensi, maka pendekatan nya bersifat individual. Kita tahu  anak-anak belajar untuk mencontoh, maka ketika bertemu Bu Fika, mereka menemukan figur, tokoh yang bisa dicontoh karena sesuatu yang menarik, terlebih anak-anak suka sesuatu yang bisa tampil dan eksis. Anak-anak ini pencontoh/peniru yang ulung, maka  sesuatu pengalaman yang diberikan akan ditiru. Maka Bu Fika memiliki pendekatan peniruan pengalaman-pengalaman yang dilakukan anak haruslah yang baik, kebaikan ini yang akan perlahan mengurangi kelemahan, dan akan mengatasi permasalahan. Terkadang, orang fokus ke persoalan, lupa kepada potensi yang ada, ketika anak di kembangkan potensi nya anak akan tumbuh” (Doni Koesoema A.).

 

Untuk menyaksikan kisah lengkap dari Bu FIka dan Cindy, Sahabat SEJIWA dapat menyaksikan Bincang SEJIWA Episode 23 pada link berikut:

 

Salam damai,

 

Yayasan SEJIWA

“Service for Peace”