cyberbully

Fenomena bullying adalah fenomena yang cukup memprihatinkan. Berdasarkan data dari KPAI pada tahun 2012, terdapat 44 kasus pemberitaan mengenai bullying baik di media online maupun cetak. Angka ini memang tidak terlihat besar, namun bayangkan, pemberitaan di media saja mencapai angka ini, mungkin kejadian aslinya lebih banyak lagi.

Belum usai masalah bullying, muncullah jenis bullying baru yang hadir karena dampak dari kemajuan teknologi. Ya. Cyberbullying. Cyberbullying adalah perilaku agresif yang intensional dilakukan oleh kelompok atau individu menggunakan media elektronik, secara berulang untuk menyerang korban yang tidak bisa melindungi dirinya sendiri. (Smith, dkk., 2008, dalam Afifah, 2013)

Terdapat beberapa kategori perilaku yang dikategorikan oleh perilaku cyberbullying Kowalski (2004, dalam Taibah, 2013) mengungkapkan sebagai berikut:

1. Flaming, percakapan yang tidak seimbang, mengarah kepada percakapan yang bermuatan kebencian dan pertengkaran

2. Cyberharrassment, menggunakan kata kasar di berbagai media elektronik dan atau internet guna mengancam atau menyakiti orang lain. Dikenal sebagai pelecehan dengan penggunaan media elektronik dan internet.

3. Fitnah: mengungkapkan komentar atau status negatif yang tidak benar kepada orang lain yang dapat membahayakan orang tersebut.

4. Impersonation: melakukan tindak kekerasan dengan menggunakan identitas palsu atau melalui cara pembajakan dengan tujuan merugikan atau menyakiti orang lain.

5. Membocorkan rahasia seseorang ke orang lain melalui media internet, sementara orang tersebut enggan rahasianya disebar sehingga terjadi pelecehan atau perasan tersakiti yang dirasakan.

6. Exclusion, mengucilkan atau mengekslusifkan orang lain sehinga merasa terasing. Bisa dalam bentuk menyindir atau menjauhi.

7. Cyberstalking, menguntit seseorang sehingga orang merasa tidak nyaman dan tersakiti.

Tercatat berbagai macam dampak bagi korban cyberbullying: seperti depresi, rendahnya self-esteem, merasa tidak berdaya, merasa cemas, kurang konsentrasi, mengalami pengucilan dan mempunyai ide untuk bunuh diri (Kowlaski dkk, 2008, dalam Taibah, 2013). Selain itu korban cyberbullying juga merasa marah, sedih, depresi, tersakiti, stress, dan bingung (Kowalski dkk 2008, dalam Taibah, 2013 ). Dampak lainnya adalah korban cyberbullying merasa kesepian dan merasa sendiri (Sahin, 2012, dalam Taibah 2013).

Inilah beberapa sebab seseorang bisa menjadi pelaku cyberbullying. Pelaku cyberbullying cenderung sering terpapar oleh perilaku kekerasan baik yang ia lihat secara langsung di lingkungan ia tinggal maupun yang ia lihat di media lain seperti televisi dan internet. Manjadi penting bagi orang tua dan orang dewasa yang berada di sekitar anak untuk memperhatikan perilaku mereka. Anak-anak adalah peniru ulung.

Selain itu, anak yang kurang mendapat dukungan sosial di lingkungan keluarganya cenderung menjadi pelaku cyberbullying. Hal ini memungkinkan anak untuk mencari dukungan dari orang lain. Oleh sebeb itu anak cenderung mencari kekuasaan dan popularitas dengan cara yang mungkin salah, sehingga melakukan tindak bullying dan cyberbullying.

Iklim sekolah yang tidak hangat, tidak aman, dan kurang mendukung juga menjadi penyebab seorang anak bisa menjadi pelaku cyberbullying. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang mendukung tumbuh kembang anak. Namun dewasa ini, yang terjadi malah menjadi sebaliknya. Kasus-kasus kekerasan dan pelecehan menimpa anak di sekolah. Hal ini tentu membuat perilaku negatif muncul pada anak, diantaranya cyberbullying.

Keluarga dengan kontrol yang kurang baik menyebabkan anak menjadi kurang terperhatikan. Anak yang tidak dikontrol oleh orang tuanya menjadi tidak punya referensi mengenai tingkah laku yang benar dan salah. Anak yang kurang diperhatikan biasanya jadi mencari hiburan dari televisi atau video game. Dalam situasi keluarga yg seperti ini, anak melihat banyak hal, baik melalui tv maupun gadgetnya,  namun tidak ada orang dewasa yang mengontrol atau memberi tahu anak mengenai mana tingkah laku yang benar dan mana yang salah.

Mari lindungi anak dari bahaya cyberbullying. Bagaimana caranya?

Kontrol perkembangan anak. Menjadi tugas utama kita sebagai orang tua untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Lebih dari itu, kita harus menjaga anak dari berbagai hal yang berpotensi mengganggu tumbuh kembang anak. Tentunya, kita ingin anak kita menjadi anak yang sehat secara seimbang antara  fisik, mental, sosial, dan spiritualnya. Peran orang tualah yang bermain disini.

Monitor kegiatan anak di sekolah dan lingkungan bermain. Beberapa orang tua mungkin beranggapan, ketika anak sudah sampai sekolah, semua tangung jawab ada di tangan sekolah. Namun, anggapan ini kurang tepat. Segala sesuatu bisa terjadi, di sekolah yang bahkan sudah kita pilih dengan teliti sekalipun. Maka orang tua harus memonitor kegiatan belajar dan bermain anak. Orang tua perlu berada di sekitar anak, baik ketika anak belajar dan bermain.

Kenali teman-teman anak. Jangan berlebihan sampai anak merasa tidak nyaman. Cukup kenali, dengan siapa saja si buah hati bermain. Apa yang sedang mereka lakukan, dan siap memberi bantuan jika mereka memerlukannya. Dengan begitu, anak jadi merasa aman, dan anda juga merasa aman karena tahu dengan siapa saja anak anda bermain.

Jauhi anak dari paparan kekerasan. Paparan kekerasan mungkin saja datang dari tingkah laku kita yang tidak kita sadari. Misalnya kita sering mengekspresikan kejengkelan atau kekecewaan dengan kata-kata yang mengumpat. Ingat sekali lagi, anak adalah peniru ulung, dan dikhawatirkan anak-anak akan sering menirukan apa yang kita ucapkan. Mungkin terkadang, Anda sebagai orang tua sering mengumpat pada tingkah laku pengemudi lain yang tidak hati-hati dalam berkendara. Ingatlah ada anak anda disitu. Jangan biarkan anak anak kita berpotensi menjadi pelaku cyberbullying karena kecenderungan kita yang senang mengumpat.

Mengontrol penggunaan gadget pada anak adalah cara yang paling ampuh untuk melindungi anak dari bahaya menjadi korban maupun pelaku cyberbullying. Kebanyakan kasus cyberbullying disesbabkan oleh penggunaan gadget berlebihan. Nah, mungkin orang tua harus merancang program penggunaan gadget yang strategis. Seperti hal-hal dibawah ini:

    1. 1. Memberi pendampingan anak saat menggunakan gadget, memberikan durasi yang sesuai kebutuhan dalam menggunakan internet, (misalanya satu-dua jam untuk anak usia sekitar 12 tahun)
    2. 2. Memosisikan layar gadget atau laptop yang dapat dengan jelas terlihat oleh orang tua.
    3. 3. Buatlah kesepakatan dengan anak bahwa Anda sebagai oran tua bisa sewaktu-waktu dapat membuaka gadget atau handphone anak.

Sumber

Taibah, Afifah, S. 2013.  Urgensi Kriminalisasi Cyberbullying di Indonesia. Skripsi. Universitas Indonesia: Depok.

Afifah, Asma, N. 2013. Hubungan antara Empati dengan Perilaku Cyberbullying pada Siswa Tingkat Sekolah Menengah Atas Di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia: Depok.