BINCANG SEJIWA EPISODE 11
“MUJIZAT CINTA MENGANGKAT HARKAT PENYANDANG DISABILITAS”
Minggu, 09 Agustus 2020
- Purnawan Budisetia (Founder & Director of Yayasan Peduli Kemanusiaan)
- Doni Koesoema A (Pakar Pendidikan Karakter)
- Diena Haryana (Pendiri Yayasan SEJIWA)
Dipandu oleh Lindia Fauziah (Program Officer SEJIWA)
Pada episode ini, Bincang Sejiwa membahas tentang Yayasan Peduli Kemanusiaan (YPK) `yang bergerak di bidang rehabilitasi dan pendidikan informal untuk saudara-saudara kita penyandang disabilitas fisik, baik anak maupun dewasa.
Jadi segala hal akan menjadi baik jikalau diawali dengan cinta. Kita jikalau melakukan sesuatu walau hal tersebut kecil itu harus dengan cinta. Jika tanpa cinta ibarat makan tanpa garam. Dengan adanya cinta, kita tidak akan memandang sesuatu dengan sebelah mata, kita akan merendahkan hati kita.
Jika kita melihat kisah dibaliknya Annika Linden Centre, disitu terdapat sebuah cinta yang luar biasa. Sosok itu ialah Mark Weingard yang telah mempunyai rencana menikahi tunangannya, Annika Linden di Bali. Namun Mark harus menerima kenyataan, bahwa ketika sebuah bencana hadir terhadap Annika yang meninggal akibat tragedi bom Bali tahun 2002. Menurut tuturan Pak Purnawan, Mark bercerita:
“Saya ini mengalami hal yang sangat negatif dalam hidup saya. Mungkin kalau saya terlarut di dalam kehidupan perasaan negatif saya, apa yang akan terjadi”.
Akhirnya Mark berubah, karena cintanya kepada Annika, dia berjanji akan ubah negatif ini menjadi positif. Mark memberikan dedikasinya kepada Annika dengan mendirikan Annika Linden Centre sebagai bentuk cinta, yang pada awalnya hal yang pertama dilakukan dengan memberikan beasiswa kepada anak-anak korban bom Bali dan bantuan kepada keluarganya. Kemudian berkembang sampai saat ini, Annika Linden Centre mempunyai prinsip sebagai inkubator dari bisnis sosial, yang dinkubasi sampai bisa mandiri. Salah satunya, Yayasan Peduli Kemanusiaan Bali pun bekerjasama untuk hal dalam membantu masyarakat penyandang disabilitas fisik. Yayasan Peduli Kemanusiaan (YPK) ini mempunyai 4 unit pelayanan berupa : Rehabilitasi, Edukasi, Mobile Clinic, dan Bali Rungu. Bali Rungu merupakan program untuk membantu anak-anak sekolah dasar yang ada di desa dan di sekolah terpencil untuk mendapatkan layanan pemeriksaan dan pengobatan tuna runggu kepada anak-anak yang jauh akses terhadap fasilitas kesehatan. Dan sampai saat ini, Yayasan Peduli Kemanusiaan (YPK) ini telah membantu 57.000 orang di Bali.
Menurut Pak Purnawan, ketika memberikan upaya rehabilitasi dan berhasil, itu membuat beliau sangat sangat bahagia, karena hal ini tak bisa di nilai dengan uang. Ada kepuasan diri dan hati bangga karena selama ini kita tahu bahwa penyandang disabilitas itu disingkirkan dan disisihkan.
Menurut Mas Doni, kesadaran bangsa ini untuk memberikan pada mereka (penyandang disabilitas) itu berproses, tapi sangat lambat. Karena saat ini, baru merevisi undang-undang disabilitas dan didalamnya diamatkan Peraturan Pemerintah dan baru ditandatangani oleh Bapak Presiden pada 20 Februari 2020 ini berupa PP Nomor 13 Tahun 2020 tentang Layanan Terhadap Peserta Didik Disabilitas. Beliau menambahkan “Kepada Bapak/Ibu guru, orang tua dan semuanya. Kita sebenarnya terpanggil untuk mendukung gerakan bersama yang sudah diwadahi secara regulasi oleh pemerintah ini. Untuk kepada pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan tolong memikirkan daerah untuk menjadi pioneer yang melayani para penyandang disbilitas terutama bagi peserta didik”.
Timbul pertanyaan, bagaimana orangtua harus menyikapi apabila putra-putrinya terlahir sebagai penyandang disabilitas? Dan bagaimana orangtua harus menolong diri mereka agar bisa keluar dari sikap menyalahkan?
Mba Diena menjawab,
- Membuat lingkungan dan atmosfir yang menyenangkan dan ceria bagi anak
Hal itu akan membuat anak untuk selalu melakukan apapun dengan ceria yang itu akan membuat anak untuk berjuang untuk bisa mandiri. Kemudian dalam hal ini, orangtua perlu banyak memberikan pujian apa saja yang bisa anak lakukan dari sebelumnya dan berhasil mengalahkan kekurangannya, sehingga akan muncul semangat perjuangan dari diri anak.
- Membangun Save Space (Ruang Aman) disekitar anak
Dengan mengusahakan anak untuk tidak mendapat perundungan (bullying) baik dari keluarga maupun lingkungannya. Kemudian dalam hal ini, orangtua perlu menyakinkan anak ketika melakukan sesuatu yang kurang-kurang, usahakan tidak menampilkan emosi negatif dan kata-kata negative kepada ank.
- Timbulkan Sikap Cinta, Ikhlas, Sabar dan Damai
Anak-anak ini adalah guru. Guru-guru untuk orangtua, untuk kita semua yang melayani mereka, dan untuk semua yang ada dimasyarakat. Apakah kita pernah betul-betul hidup dengan mereka, memikirkan mereka, merasakan yang mereka pikirkan dan rasakan. Ketika kita bisa menimbulkan sikap cinta, ikhlas, sabar dan damai ini, perlahan kita akan mampu tahu apa yang mereka rasakan dan pikirkan, impian mereka apa, perjuangan mereka seperti apa.
“Selama ini untuk melihat para penyandang disabilitas masih mengalami diskriminasi dalam masyarakat kita ini, banyak yang belum memahami bahkan oleh lingkup orangtua itu sendiri. Orangtua itu bersikap jika anaknya itu aib bagi keluarganya, sehingga perlu ditutup rapat-rapat dan tidak boleh keluar . Begitupun dalam sisi pendidikan, lembaga pendidikan dan satuan pendidikan semestinya inklusi, jangan menunggu sejauh mana di resmikan menjadi inklusi dan mengandalkan sekolah inklusif dan Sekolah Luar Biasa yang sudah ada. Sudah saatnya terbuka kepada siapapun dan apapun ragam disabilitas perlu terlayani dengan baik dan ramah disabilitas. Jadi paradigma kita harus berubah” (Doni Koesoema A).
Menurut Pak Purnawan, rehabilitasi saja kepada mereka (penyandang disabiltas) tidak cukup, faktor lingkungan pun harus mendukung, terutama keluarga. Dan pesan beliau, dalam membantu orang atau melayani orang lain itu tidak ada habisnya. Tinggal bagaimana kita bisa menularkan, tidak harus kita sendiri yang melakukan tapi bisa orang lain atau lembaga lain yang bisa seperti kita (Yayasan Peduli Kemanusiaan Bali) atau mungkin kita harus belajar lebih baik dari mereka.
“Mari kita mengubah paradigma dan perspektif kita sebagai pendidik yang melihat anak-anak ini sebagai ciptaan Tuhan yang perlu kita harus hargai apapun kondisi dan keadaan mereka, tetapi juga mengajak orangtua dan para pengambil kebijakan untuk sungguh-sungguh berkolaborasi membangun lingkungan pendidikan yang ramah secara moral, mendukung kemartabatan setiap individu apapun kondisinya, dan sekolah menjadi sekolah kehidupan, sekolah yang dimana anak-anak bisa menghargai , menghormati siapapun dan apapun kondisinya karena mereka ini makluk Tuhan Sang encipta, maka kita harus memberikan cinta kepada mereka melalui tugas-tugas kita” (Diena Haryana)
Salam damai,
Yayasan SEJIWA
“Service for Peace”