BINCANG SEJIWA EPISODE 18
“Gigih Mengikis Keterbatasan”
Minggu, 27 Semptember 2020
Narasumber:
- Anne Gracia (Praktisi Neurosains Terapan)
- Diena Haryana (Pendiri Yayasan SEJIWA)
- Doni Koesoema A (Pakar Pendidikan Karakter)
Dipandu oleh Wuri Ardianingsih (Academic Advisor SEJIWA)
Pada episode ini, Bincang Sejiwa membahas mengenai sosok Mba Anne yang mampu memenangkan empatinya demi kepentingan yang lebih genting dengan membuat sebuah aplikasi bernama Vigor Voice Audio Charity. Aplikasi ini bertujuan untuk membantu membangkitkan semangat para pasien palliative care (perawatan bagi pasien yang menghadapi penyakit serius seperti kanker, thalasemia yang membutuhkan terapi khusus). Mba Anne sosok yang tegar dengan semangatnya yang terus menebar kebajikan.
Mba Anne di masa kecilnya mendapat didikan yang tegas dengan rambu-rambu disiplin yang tinggi, diminta bertanggung jawab (full of responsibility what I’m doing) dengan dipasang target yang extra ordinary tinggi untuk selalu menjadi yang terbaik. Gaya asuh yang dilalui Mba Anne kemudian yang membentuk keinginan juang yang tinggi untuk terus menjadi yang terbaik. Mendidik dan melatih untuk mengenal standar kompetisi dan fighting system.
Di sisi lain, Mba Anne juga memiliki masalah kesehatan. Saat itu dengan teknologi kesehatan yang belum maju, Mba Anne secara hormonal mempunyai kondisi yang imbalance, dimana semasa SMA beliau menderita tumor payudara dan sudah mengalami penyebaran yang muncul dibagian lain, yaitu dikepala. Saat itu Mba Anne kedapatan sudah tiada saat operasi dan pihak keluarga sudah berduka. Hal ini terlihat dari tanda-tanda vital di alat medis tidak ada kehidupan dimana napas dan detak jantungnya yang sudah tak ada. Namun, momen itu menjadi sebuah titik balik untuk Mba Anne sendiri. Mba Anne merefleksi, “Kenapa ya saya masih hidup lagi?”. Nampaknya Mba Anne mati suri, namun dengan upaya dokter yang masih terus mengupayakan untuk kehidupan itu hadir kembali.
Mba Anne berulang kali drop dan pernah mengalami fase paling parah, yaitu ada rasa nyeri (fethic ). Lalu, Mba Anne mencoba treatment dengan komposisi seperti lupus dan kemudian berhasil. Suatu ketika, teman Mba Anne memaksanya menceburkan diri di laut dan disana bertemu para free diving. Mba Anne melihat bahwa teknik masuk ke air dengan satu tarikan napas saja tanpa alat bantu merupakan hal yang luar biasa. Saat itu ia menemukan bahwa ini adalah meditasi. Ternyata latihan nafas di air adalah meditasi yang tak bisa di curangi, karena itu sangat bisa membantu. Saat menyelam, Mba Anne belajar audio karena ia mendengar di dalam air suatu yang berbeda, hening di laut, suara alam dibawah air itu berbeda sekali. Ia mulai mendengar detak jantungnya sendiri dan pada waktu ia belajar mengatur itu, hasilnya berbeda, dari situ lahir Vigor Voice. Vigor merupakan hasil dari kata strong willed, karena yang bisa menyembuhkan ialah your strong willed.
“Banyak hadiah-hadiah kecil dari Allah, ukurannya kecil dibanding kemahaan-Nya, tapi dari yang kecil itu selalu menjadi pijakan tambahan, karena saya bertemu sahabat yang ngertiin, selalu ada tidak pernah betul-betul kita terpuruk sampai gak ada harap sama sekali, gak mungkin, karena Allah tetap melihat, selalu ada, selalu akan ada orang-orang, yang akan dipertemukan pada waktunya” (Anne Gracia).
Belajar neuroscience menjadi alat bantu yang luar biasa bagi Mba Anne. Ia tahu cara berpikir dan cara otak bekerja sehingga menjadikannya paham mengapa ia berbeda. Bukan yang satu lebih atau kurang dari yang lain. Di neuroscience, Mba Anne dan teman-teman mengupayakan stress management dan bagaimana volunteer yang biasa datang ke rumah sakit walaupun saat ini tidak bisa kesana. Jadi kita upayakan suara kita bisa ke sana dengan Vigor ini. Karena berangkat dari Mba Anne yang memikirkan rumah sakit dengan kondisi pandemik saat ini dimana masih banyak pasien yang wajib kerumah sakit karena harus cuci darah, kemoterapi, atau lainnya yang sesuai jadwal. Dari sisi lain, tenaga kesehatannya sekarang sudah stress, dan pihak ibu yang menemani pasien itu di rumahnya ada anak yang sedang PJJ, dan ada pasangannya (suami) yang harus di WFH-kan dengan gaji yang dipotong. Jadi Vigor Voice Audio Charity ini untuk membantu membangkitkan semangat mereka.
Mba Diena bertanya kepada Mba Anne:
Apakah perlu orangtua mempersiapkan anak-anak agar mereka paham kematian?
Jawab Mba Anne:
“Anakku satu, dan itu hadiah banget, karena sebelum menikah, dokter mengatakan akan sulit punya anak, kesulitan yang menuju tidak mungkin. Namun, kalau Tuhan sudah menentukan kita sebagai manusia apalah, tidak akan bisa melakukan apa-apa. Bukan memperkenalkan tentang kematian tetapi memperkuat tentang kemandirian, saya selalu menghindari anak untuk ”ditolong, dibantu, dilindungi”, jadi saya melakukannya ketika orang lain menegur saya. Saya selalu minta kepada anak saya untuk selalu punya teman, saya izinkan dan dorong untuk punya banyak teman, supaya punya keluarga ke-2, ke-3, ke-4. Dengan demikian, ia akan menjadi makhluk sosial, makhluk komunitas. Terakhir, adalah apa yang bisa saya lakukan sendiri yaitu karena anak saya tidak punya kakak atau adik yang menemani, saya upayakan lingkungan masyarakat sekitarnya yang ada itu yang terbaik untuk anak saya, yang akan menemaninya. Jadi, saya membentuk dan melakukan sesuatu bagi komunitas masyarakat, bagi negara ini, karena disitulah anakku tinggal”.
Mas Doni menambahkan:
“Pertanyaan yang paling sulit ketika anak bertanya kepada orang dewasa yaitu pertanyaan tentang kematian, kita harus menjawab dengan sesuatu yang realitis, bukan seperti kita menjanjikan sesuatu, terkadang ada yang berkata “Cuma pergi sebentar kok nak” karena mentang-mentang bicara ke anak yang masih kecil. Ini suatu yang keliru, dan bukan menceritakan yang objektif, karena ini dua sisi yang lengkap dari kehidupan, jadi mau gak mau akan mengalami itu. Meninggal itu bisa dirasakan yang muda yang tua, dan kita perlu memahamkan kepada mereka kehidupan ini perlu disyukuri dan kehidupan kita ini ada batasnya. Kalau melihat kisah-kisah orang hebat itu biasanya, mereka itu selalu berpikiran bahwa mereka gak selamanya hidup, maka apa yang harus mereka lakukan agar hidup bermakna untuk diri sendiri dan orang lain. Maka, ketika orang tidak menerima kematian sebagai realitas dalam kehidupannya, dan ketika dia tidak siap, maka dia merasa hidupnya sia-sia. Karena kesadarannya muncul ketika saat masa kritis menjelang kematian. Hidup kita ini ada batasnya, tetapi apakah kita habiskan untuk apa, kita harus menghargai bahwa detik demi detik itu bermakna. Maka kebermaknaan inilah yang musti diajarkan orangtua kepada anak. Dan orangtua harus punya perspektif itu untuk mengajarkan ke anak, maka dari dalam diri orangtua juga harus punya konsep itu. Orangtua menghayati bahwa hidup ini harus penuh syukur, maka anak-anaknya akan penuh syukur apapun keadaanya. Siapa yang bisa bersyukur atas kehidupan, maka ia bisa bersyukur atas kematian. Siapa yang menglamai perasaan dicintai oleh yang Ilahi atas kehidupannya, dia akan menghargai hidup orang lain. Seperti Mba Anne yang melihat kepedulian anak yang tidak ada pendampingan, tidak ada yang menghibur, harus cuci darah dan merasa kehidupannya menghadpai kematian. Mba Anne memberikan Vigor yang memberikan pengharapan dan kehidupan yang panjang bagi anak-anak” (Doni Koesoema A.).
Mba Anne menanggapi:
“Perlu kita pahami perkembangan kemampuan pikir anak, jadi bertahap, anak dibawah usia 4 tahun, kita bisa mengatakan dia pergi dan gak akan kembali, titik. Jadi gak menjanjikan dia akan kembali. Tapi 4-8 tahun kita bisa memberikan informasi dasar religius, kalau sering mencceritakan kisah di kitab suci agama, maka disitu akan ada yang namanya kelahiran dan kematian, dan mulailah kita ceritakan sesuai dengan basis supaya knowledge nya bertambah, jadi dia pergi, dan gak akan kembali, dan ketika anak bertanya dia pergi kemana , kita akan bilang ke tempat yang kitab suci katakan. Disini permainan emosi “ (Anne Gracia).
“Ketika kita melihat mba Anne, perlu kita pegang supaya kita memaknai hidup agar hidup kita maksimal. Be the best yang bisa kita lakukan, give the best kepada siapapun di sekitar kita, bermanfaat hidup kita, berkata baik, berpikir baik, berbuat baik. Karena banyak orang yang mengalami sakit menuju kesana, maka proses seluruh hidup kita ini kita harus terima dan ceria dan memaknainya dengan bersyukur. Jadi kita harus disini senang, disana senang, dimana-mana hatiku senang “(Diena Haryana).
Salam damai,
Yayasan SEJIWA
“Service for Peace”
Lihat video selengkapnya di link berikut :