BINCANG SEJIWA EPISODE 32: “MENYIAPKAN PEMIMPIN PENGABDI DI SMA KOLESE DE BRITTO”
Minggu, 3 Januari 2020

 Bincang SEJIWA Ep 32 3

Narasumber:

Dipandu oleh Andika Zakiy (Program Koordinator)

 

Sekilas Mengenai SMA Kolese De Britto

SMA Kolese De Britto merupakan Sekolah Menengah Atas Katolik yang berada di wilayah Yogyakarta. SMA Kolese De Britto terkenal dengan prestasinya baik di bidang akademis maupun non akademis. Dibalik prestasi yang dimilikinya, SMA Kolese De Britto konsisten menanamkan nilai-nilai baik kepada para siswanya. Keberagaman adalah salah satu nilai yang dihidupi di De Britto, disamping nilai-nilai lainnya seperti kebenaran, kasih, keadilan, keberagaman, dan kebebasan. Nilai-nilai itu dihidupi melalui berbagai kegiatan , atau yang biasa disebut dengan formasi. Ada formasi wajib yang wajib diikuti siswa di setiap tingkat, dan ada formasi mingguan dan harian. Formasi itu semua didasarkan pada nilai yang ingin ditanamkan pada siswa. Nilai tersenit tidak hanya ditanamkan melalui kegiatan tetapi juga di keseharian baik oleh para guru, karyawan, maupun siswa.

Kultur keberagaman yang dibangun di De Britto berangkat dari visi misi De Britto. Siswa De Britto berasal dari latar belakang yang beragam, dari 88 kabupaten, 26 provinsi, dan sekitar 247 SMP. Siswa-siswanya tentu memiliki budaya dan kebiasaan yang berbeda. Maka sejak awal, De Britto sadar perbedaan tidak harus dibuat seragam, tapi harus dihargai dan bisa saling belajar dan menerima satu sama lain. Maka saat penerimaan siswa baru di De Britto, ada inisiasi untuk siswa baru yang berisi kegiatan-kegiatan informatif dan dinamika kelompok yang dibimbing oleh kakak-kakak tingkat dan diarahkan oleh guru-guru. Pada saat inisiasi, sudah dimulai proses penanaman nilai-nilai toleransi pada siswa. Kunci utama penanaman nilai keberagaman adalah pada kegiatan inisiasi, lalu akan dirangkai dengan kegiatan-kegiatan sampai kelas 12, dimana setiap tingkat ada tema yang berbeda. Sebagai lembaga, De Britto mencoba mengelola perbedaan menjadi dinamika yang baik agar para siswa dapat menghargai perbedaan-perbedaan tersebut.

Profil Siswa De Britto

Profil siswa De Britto berangkat dari visi dan misi De Britto. Profilnya ini dikenal dengan 1L5C, yaitu:

  1. Leadership of service: siswa De Britto bisa menjadi pemimpin untuk diri sendiri dan pemimpin yang melayani
  2. Competence: siswa De Britto memiliki penguasaan kompetensi akademik maupun non akademik
  3. Compassion: siswa De Britto memiliki bela rasa
  4. Conscience: siswa De Britto berhati nurani benar
  5. Commitment: siswa De Britto memiliki komitmen atas apa yang dilakukannya
  6. Consistency: siswa De Britto memiliki konsistensi dengan yang diucapkan dan dilakukan

Untuk mengarah pada profil ini, terdapat kegiatan-kegiatan (formasi) yang dilakukan setiap tingkat. Ada formasi di kelas 10 yaitu adaptasi, formasi di kelas 11 yaitu sosialisasi, dan formasi di kelas 12 yaitu internalisasi agar nilai-nilai yang diajarkan terinternalisasi pada diri siswa.

Pembentukan Kedisiplinan dan Sikap Saling Menghargai di De Britto

Kedisiplinan muncul dari dalam diri seseorang. Ketika ada tata tertib, maka itu adalah aturan yang dibentuk bukan untuk membelenggu seseorang, tetapi untuk memberi koridor-koridor tertentu. Maka kedisiplinan harus tumbuh dari dalam diri sendiri.  De Britto mengajarkan siswa bahwa ketika siswa melakukan sesuatu itu harus didasari oleh cara berpikir dan cara bertindak. Cara yang dilakukan adalah membanun kesadaran bahwa kedisplinan adalah bagian dari diri sesorang yang muncul secara sadar. Maka dari situ dibutuhkan dialog dengan siswa mengenai kedisiplinan. Kedisiplinan bukan semata mata karena adanya aturan, tapi dari dalam diri sendiri dan kesadaran. Contohnya, De Britto memperbolehkan siswanya berambut gondrong, tetapi siswa juga mempunyai tanggung jawab untuk merawat rambutnya secara rapi dan bersih.

Seluruh siswa De Britto merupakan laki-laki. Untuk penanaman sikap saling menghargai terutama terhadap perempuan, De Britto mengajarkan  beberapa hal kepada siswa untuk menghargai perempuan. Sekolah memberi input dengan mengundang tokoh-tokoh perempuan yang menjadi inspirasi. Dalam pelajaran, siswa diwajibkan membaca sebuah novel yang tokoh utamanya adalah perempuan. Siswa diminta merefleksikan mengenai persoalan yang dihadapi perempuan dalam  novel tersebut dan mengungkapkan pendapatnya sebagai laki-laki terhadap persoalan tersebut. Dari proses memahami novel tersebut, siswa belajar bagaimana memahami dan menghargai perempuan.

Pengalaman Alumni De Britto

Jalu Jagad merupakan salah satu alumni De Britto yang saat ini sedang berkuliah di Fakultas Teknik Kimia Universitas Gajah Mada. Jalu merupakan anak ketiga dari 6 bersaudara, dimana dua kakak laki-lakinya dulu pernah bersekolah juga di De Britto. Jalu merupakan anak salah satu pemiliki pesantren di Blitar. Meskipun keluarganya memiliki latar belakang  Islam yang kuat, mengenai pendidikan, keluarga Jalu tidak membatasi asalkan tidak menabrak batas-batas yang mutlak. Orang tua tidak pernah membatasi Jalu untuk bersekolah disana, namun hanya menasehti saja untuk selalu menampilkan profil seorang muslim yang baik walaupun berada di lingkungan sekolah Katolik. Jalu memilih untuk sekolah di De Britto karena Jalu mengetahui bahwa kegiatan-kegiatan yang ada di De Britto sangat menarik dan De Britto sudah memiliki banyak prestasi baik dalam hal akademik maupun non akademik.

Masa yang paling berkesan bagi Jalu selama bersekolah di De Britto adalah ketika Jalu dan teman-temannya mengikuti formasi di kelas 10, yaitu latihan kepemimpinan dasar. Pada formasi ini siswa mulai dibentuk menjadi pemimpin. Kegiatan formasinya dimulai dari sekolah dan berangkat ke suatu daerah, dimana dari daerah tersebut siswa diminta berjalan ke tempat lain dengan berjalan kaki. Ketika sampai di tempat tujuan, ada dinamika lagi bersama guru dan teman-teman. Saat berjalan berkelompok, dinamika dengan teman-teman sebaya menjadi lebih intens dan banyak pengalaman yang menarik. Saat itu, di angkatan tersebut Jalu satu-satunya siswa muslim, tetapi teman-teman bisa saling bertoleransi .

Pembentukan Karakter Siswa De Britto

Menurut Mas Doni, De britto bisa  menjadi salah satu model pembentukan karakter siswa.  Inti dari proses pendidikan selain penanaman nilai adalah kedisiplinan. Kedisiplinan dari dulu menjadi ciri khas De Britto. Dalam pembelajaran kedisiplinan, siapa yang melakukan pelanggaran, maka harus bertanggung jawab. 1L5C  yang dipegang oleh De Britto merupakan sebuah tanda bahwa De Britto selalu refleksi dan evaluasi. Kegiatan-kegiatan De Britto saat ini sangat membentuk karakter baik siswanya, seperti kegiatan beberapa tahun lalu dimana siswa melakukan kunjungan ke Jakarta lalu bekerja dengan masyarakat kurang mampu, dimana ini merupakan sebuah proses pembelajaran karakter dan kepemimpinan. Ketika ingin menjadi pemimpin yang melayani, maka harus mengenal siapa yang akan dilayani.

Orang Tua dalam Menguatkan Kedisiplinan dan Kebergaman dalam Diri Anak

Ketika ingin menanmkan kedisiplinan pada anak, maka orang tua harus melakukan pengulangan-pengulangan mengenai perilaku yang ingin ditanamkan pada anak. Contohnya ketika ingin menanamkan kedisiplinan anak untuk bangun pagi, maka orang tua harus secara rutin menanamkan kebiasaan bangun pagi pada anak. Hal tersebut harus dilakukan secara berulang kali, sehingga akan terbentuk kebiasaan baru bagi anak. Dengan terbentuknya kebiasaan tersebut, maka kedisiplinan anak juga akan mulai terbentuk.

Orang tua juga perlu mengajak anak untuk berbicara dan berdiskusi mengenai keberagaman yang ada di sekitarnya. Orang tua harus mengenalkan bahwa mungkin setiap orang memiliki latar belakang yang berbeda, dan harus saling menghormati perbedaan itu satu sama lain. Ketika orang tua sudah menanamkan rasa toleransi akan keberagaman sejak dini, maka anak akan memiliki rasa empati dan toleransi yang tinggi pula.

 

Untuk melihat lebih lengkap kisah menarik dari SMA Kolese De Britto, Sahabat SEJIWA dapat menyaksikan tayangannya pada link berikut:

Yayasan SEJIWA

Service for Peace