BINCANG SEJIWA EPISODE 54: ANAK MUDA HADAPI PANDEMI LEWAT DIGITAL DETOX DAN BERPIKIR POSITIF

BINCANG SEJIWA EPISODE 54
ANAK MUDA HADAPI PANDEMI LEWAT DIGITAL DETOX DAN BERPIKIR POSITIF
MINGGU, 27 JUNI 2021BS54 1

Narasumber :

  • Hidego Handaru (Mahasiswa Psikologi Universitas Indonesia)
  • Lutfia Triwahyuni (Mahasiswa Psikologi Universitas Indonesia)
  • Diena Haryana (Pendiri Yayasan SEJIWA)
  • Doni Koesoema A (Pakar Pendidikan Karakter)

Dipandu oleh Andika Zakiy (Koordinator Program)

 

Kehidupan Di Awal Pandemi

Hidego dan Lutfia (Luki) merupakan mahasiswa jurusan psikologi Universitas Indonesia. Hidego saat ini sedang berjuang menyelesaikan skripsinya dan Luki baru saja lulus tahun ini. Hidego dan Luki sama-sama menghadapi masa-masa yang berat selama menjalankan perkuliahan di masa pandemi.

Saat pertama kali mendengar kabar kasus pertama COVID di Indonesia, Hidego sempat merasa stress dan panik karena kasus pertama ditemukan di Depok, dekat dengan kampusnya. Saat itu ia merasa stress karena tidak bisa bertemu dengan teman-temannya. Selain itu, tugas-tugas perkuliahan juga semuanya beralih menjadi online. Di masa awal pandemi, Hidego harus banyak melakukan penyesuaian dalam menjalankan kegiatan-kegiatannya, yang sebelumnya lebih banyak beraktifitas secara offline menjadi online.

Hampir sama dengan Hidego, Luki juga mengalami masa-masa stress di awal pandemi. Ia merasa panik dan stress karena takut kegiatan-kegiatan yang biasa ia lakukan menjadi terganggu. Semenjak pandemi Luki tidak bisa bertemu dengan teman-temannya, tidak bisa hangout di tempat makan, dan tugas-tugas juga beralih menjadi online. Terlebih lagi tugas-tugas di jurusan psikologi lebih banyak praktik sehingga menjadi kurang efektif jika diganti menjadi online. Dengan bergantinya sistem pembelajaran menjadi online ini membuat Luki harus selalu berada di depan laptop. Selain itu, jika ingin berinteraksi dengan teman-teman juga harus dilakukan secara online. Dalam sehari, Luki bisa menghabisakan sekitar 12 jam di depan layar laptop, dari pagi hingga malam. Kondisi ini terasa sangat berat bagi Luki, sehingga ia berpikir bagaimana agar bisa beradaptasi dengan kondisi yang berubah seperti saat ini.

Membangun Pola Pikir Positif di Masa Pandemi

Pada awalnya, Hidego merasa sulit untuk membangun pola pikir yang positif di masa pandemi. Namun ia berusaha untuk mengubah pola pikirnya menjadi lebih positif dengan melakukan meditasi dan meluangkan waktunya untuk diri sendiri. Dengan melakukan hal tersebut, ia mulai bisa memahami bahwa kondisi sulit di masa pandemi ini juga dirasakan oleh orang lain, bahwa apa yang ia rasakan saat ini merupakan hal yang wajar. Pada awalnya Hidego merasa cemas karena harus melakukan magang dan mengerjakan skripsi secara online. Namun setelah dijalani dengan pikiran yang positif dan juga banyak berdiskusi dengan senior-seniornya, Hidego yakin bahwa ia bisa melaluinya.

Berbeda dengan Hidego, Luki memilih cara lain untuk membangun pola pikir positif dan menghilangkan stress di masa pandemi. Ia memilih melakukan digital detox. Digital detox merupakan periode waktu dimana seseorang tidak menggunakan perangkat digital dalam waktu tertentu. Di masa pandemi ini, semua hal dilakukan melalui perangkat digital. Hal ini tentunya akan berdampak besar baik bagi kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Oleh karena itu, Luki berusaha untuk menerapkan digital detox selama pandemi. Bentuk digital detox yang dilakukan oleh Luki cukup sederhana, yaitu dengan memanfaatkan waktu-waktu di luar mengerjakan tugas untuk melakukan aktifitas offline. Misalnya, kegiatan refreshing yang dulunya ia lakukan dengan menonton film atau bermain media sosial digantikan dengan aktifitas lain yang tidak memerlukan perangkat digital, seperti membaca buku, bermain dengan kucing dsb.

Dampak Positif dari Digital Detox

Awalnya Luki sedikit ragu apakah ia bisa melakukan digital detox, karena banyak kegiatan-kegiatannya dilakukan secara online. Namun setelah mencoba menerapkan digital detox di tengah aktifitas-aktifitas onlinenya, ia sadar bahwa hal tersebut dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing orang. Tidak ada patokan waktu tertentu dalam melakukan digital detox. Setiap orang bisa menyesuaikan waktu digital detox dengan kebutuhannya masing-masing.

Setelah mempraktikan digital detox, Luki merasakan banyak sekali manfaatnya. Di masa awal pandemi, Luki sering sekali merasakan sakit kepala karena stress dan juga terlalu lama berada di depan layar. Setelah melakukan digital detox, ia merasa sakit kepalanya hilang. Aktifitas refreshing yang dulunya digunakan untuk bermain gadget, ia ubah menjadi aktifitas lain secara offline. Hal ini menjadikan Luki kembali segar dan bersemangat ketika menghadapi laptopnya kembali untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

Digital Detox dan Membangun Pikiran yang Positif pada Anak

Di masa pandemi, anak-anak mengalami perubahan yang luar biasa. Mereka yang awalnya senang untuk bermain di luar dan bersosialisasi dengan teman-temannya, di masa pandemi ini terpaksa harus tetap berdiam diri di rumah. Kondisi ini merupakan kondisi yang berat baik bagi anak-anak maupun orang tua. Orang tua juga perlu berpikir bagaimana caranya mendukung dan memenuhi kebutuhan anak-anak akan aktifitas yang aman dan menyenangkan selama pandemi. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan orang tua di masa pandemi adalah screen time pada anak-anak.

Penggunaan gadget anak menjadi lebih meningkat di masa pandemi ini. Tingginya interaksi anak dengan gadget akan menyebabkan kondisi mental dan kematangan serta perkembangan otaknya terganggu. Usia anak-anak merupakan usia yang penting bagi mereka untuk mengeskplor dunia di sekitarnya melalui gerak, mendengar, berbicara dsb. Tingginya penggunaan gadget pada anak akan menghambat anak dalam kematangan karakternya. Oleh karena itu, orang tua perlu memperhatikan screen time dan screen breaks pada anak. Orang tua juga perlu aktif menyiapkan kegiatan-kegiatan di rumah yang tidak melibatkan gadget, sehingga anak-anak bisa bersama-sama bermain di rumah tanpa gadgetnya.

Digital Detox dan Perkembangan Karakter

Digital detox terkait erat dengan bagaimana seorang anak bisa tumbuh. Jika seseorang sudah terlalu lekat dengan gadget, maka akan muncul permasalahan psikologis yang juga akan berpengaruh pada kondisi tubuh (psikosomatik). Anak yang kecanduan gadget akan sulit untuk tidur nyenyak yang dapat berdampak pada kesehatan, konsentrasi anak juga dapat terganggu karena mudah terdistraksi oleh banyak hal.

Permasalahan-permasalahan ini berhubungan dengan konektivitas yang terus menerus dari perangkat digital. Jika seseorang tidak mampu untuk menguasai dorongan-dorongan yang muncul dari dunia digital, maka akan terjadi adiksi. Konektivitas ini menimbulkan kecemasan bagi sebagian orang. Ketika beberapa saat saja tidak menggunakan gadget, mereka akan merasa cemas dan takut ketinggalan informasi. Fenomena ini bisa disebut sebagai fear of missing out (FOMO).

Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah ketika anak menjadi tidak bahagia karena membanding bandingkan hidupnya dengan hidup orang lain yang ditampilkan di sosial media. Hal ini dapat berdampak pada hilangnya kepercayaan diri anak, kesulitan anak dalam mengenal dirinya sendiri, sehingga anak tidak tau apa yang ingin ia capai. Dampak lainnya dari adiksi gawai adalah anak menjadi tidak produktif, sulit berkonsentrasi, sehingga tugas-tugasnya terbengkalai. Pemakaian teknologi digital yang berlebihan dapat mengaburkan seseorang dalam melihat nilai-nilai kebaikan yg seharusnya dia kembangkan dan dia tumbuhkan. Oleh karena itu, gunakanlah teknologi untuk pengembangan diri kita sendiri, di luar hal tersebut, lepaskanlah gadget dan lakukanlah aktifitas lainnya secara offline. Harus ada keseimbangan antara dunia digital dan dunia nyata.

 

Untuk menyaksikan lebih lengkap mengenai digital detox, Sahabat SEJIWA dapat menyaksikannya pada link di bawah ini:

Yayasan SEJIWA

Service for Peace

Bagikan artikel ini ke:

Facebook
Twitter
LinkedIn