BINCANG SEJIWA EPISODE 69 
MEREKA MENGUBAH PENDERITAAN MENJADI INSPIRASI 
Minggu, 10 Oktober 2021

bs69

Narasumber :

Dipandu oleh Elsya Sakillah (Partnership Officer)

 

Pada bincang episode ke-69  kali ini SEJIWA kedatangan dua orang narasumber yang masih muda dan juga punya banyak kegiatan yang tentunya akan bisa menjadi inspirasi untuk kita semua. 

Kedua narasumber kali ini memiliki perbedaan yang sering dianggap kekurangan bagi sebagian orang. Namun nyatanya mereka membuktikan bahwa kekurangan tersebut menjadi kelebihan bagi mereka. Keduanya merupakan penderita skoliosis dan sama-sama memiliki kepedulian terhadap para penderita skoliosis yang lain, dan mereka melakukan pelayanan bagi para penderita lain lewat media sosial yang mereka kembangkan. Bincang SEJIWA menyatukan mereka untuk menginspirasi kita semua dengan kisah-kisah mereka.

Natalia Adiva (Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNIKA Atma Jaya)

Natalia Adiva adalah Mahasiswa semester akhir jurusan Ilmu Komunikasi di UNIKA Atma Jaya. Mahasiswa ini akrab dipanggil Diva. Menurut Diva, skoliosis merupakan kelainan tulang belakang yang miring sebelah kiri atau sebelah kanan sehingga bentuk pinggul atau bahu menjadi tidak seimbang. Diva mulai menyadari adanya perbedaan pada tubuhnya saat kelas 8 SMP. Namun diva masih berusaha untuk menyangkalnya. Hingga akhirnya orang tua Diva juga mulai menyadari ada yang tidak beres pada bentuk tulang Diva. Saat itu Diva diajak oleh orang tua nya untuk memeriksanya di dokter ortopedi dan ternyata benar, Diva mengalami skoliosis dengan tingkat berat yaitu kemiringan hingga 40 derajat. Hal tersebut sangat membuatnya terkejut namun Diva tetap tenang. Bahkan ketika ia diberi pilihan untuk operasi, Diva malah menolak karena ia merasa skoliosis ini merupakan bentuk anugerah yang Tuhan berikan padanya. 

Setelah saat itu Diva mulai mengorbankan semua hal yang ia sukai seperti menari karena kondisinya yang mengharuskan nya menggunakan skoliosis brace. Diva yang awalnya merupakan anak yang lincah berubah menjadi anak yang memiliki banyak keterbatasan dalam berkegiatan seperti praktek olahraga. Namun Diva tidak menyerah pada keadaan, ia tetap berusaha menjadi anak yang normal pada umumnya. Ia bertekad dengan kuat bahwa kekurangannya bisa berubah menjadi kelebihan dan pada akhirnya kini ia berhasil membuktikan bahwa tidak ada hal yang dapat menghalangi mimpi dan kegemarannya. Ia tetap bisa menjadi anak yang aktif di segala kegiatan dan meraih prestasi dengan baik. Bahkan ia juga bisa menginspirasi banyak orang terutama sesama penderita skoliosis.

Diva memulai kepeduliannya terhadap sesama penderita skoliosis dengan membentuk sebuah komunitas yaitu We Are Stronger. Tujuannya untuk menyatukan mereka agar mereka memiliki tempat untuk saling bercerita,saling menyemangati dan menyadarkan para penderita bahwa mereka tidak sendiri. Hal tersebut berdasar pada pengalaman Diva sendiri yang pernah mengalami pembullyan oleh orang-orang yang tidak memiliki awareness pada penderita skoliosis.

Dengan adanya komunitas ini, Diva bertekad mengubah pandangan negatif masyarakat tentang skoliosis dan berusaha meningkatkan awareness masyarakat mengenai skoliosis dengan memberikan bukti bahwa mereka penderita skoliosis tetap bisa berkarya dan melakukan banyak hal positif layaknya orang lain lakukan.

Diva juga menjelaskan bahwa ia tidak ingin menyia-nyiakan perjuangan orang tua nya, sudah banyak hal yang orang tua nya lakukan demi kesembuhannya ini bahkan dengan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu Diva mengajak kita untuk terus bersyukur dengan tetap menggunakan kemampuan yang kita punya. Jangan pernah merasa minder dengan keterbatasan yang kita punya. Kita harus mencintai diri kita sendiri sepenuhnya terlebih dahulu agar kita juga bisa mencintai orang lain.

Eufemia Evanesa Maringka (Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMN)

Tidak jauh beda dengan kisah Diva di atas, Eufemia Evanesa Maringka atau bisa kita sapa dengan Femi, juga merupakan penderita skoliosis. Walaupun awalnya ia sedih setelah mengetahui bahwa ia mengalami skoliosis, namun Femi tidak berlarut-larut dalam kesedihan tersebut. Terlebih lagi karena ayahnya juga memiliki penyakit tulang yang juga cukup parah. Femi menjadikan ayahnya sebagai sumber kekuatan dan teladan baginya. Femi bertekad untuk terus konsisten menggunakan skoliosis brace (Alat penyangga tubuh) bahkan hingga 23 jam/hari. dan kini ia telah membuktikannya. Yang awalnya kemiringannya 33 derajat, kini menjadi 10 derajat. 

Femi adalah anak yang sangat aktif dan ceria. Ia memiliki hobi bernyanyi, sehingga ia mencoba berbagi kisahnya melalui berbagai lagu ciptaannya sendiri yang kemudian ia bagikan di laman Youtube Channel nya. Tak disangka, hasil karya nya ini menjadi inspirasi bagi banyak penderita skoliosis di hampir seluruh daerah di Indonesia. Scolioser, begitulah cara Femi menyebut sesama penderita skoliosis. Dengan karya nya ini Femi berhasil berinteraksi dengan banyak scolioser melalui direct message di Instagram. Femi mencoba untuk saling bertukar cerita dan saling menguatkan dengan berbagi tips and trik yang femi punya dalam menghadapi rasa sakit serta bagaimana cara agar tidak menyerah untuk sembuh walaupun memang tidak ada harapan untuk sembuh 100%.

Hal yang terpenting bagi Femi ialah tidak boleh menyerah, ia harus tetap berkarya dan menyelesaikan  kuliahnya tepat waktu agar bisa mewujudkan cita-cita nya dan membuat orang tua nya bangga. Cara Femi mewujudkan cita-citanya ialah dengan memaksimalkan segala tugas agar ia bisa mendapatkan nilai yang bagus dan mendapatkan portofolio yang baik sehingga ia bisa diterima di perusahaan yang ia inginkan.

Pesan dari Femi untuk kita semua ialah apapun perasaan negatif yang datang pada diri kita, bukan hal yang harus dihilangkan karena perasaan itu setara dengan perasaan positif, yang terpenting kita sebagai manusia harus selalu bersyukur dengan apa yang kita punya. Walaupun memiliki kekurangan namun tetap perjuangkan dengan maksimal apa yang ingin kita raih, karena dibalik kekurangan pasti ada makna dibaliknya. 

Dukungan Orang Tua yang Menguatkan

Mbak Diena memberi tanggapan terkait kisah mereka berdua, bahwa karakter kedewasaan seperti mereka ini sebenarnya dibutuhkan oleh seorang anak karena dari situ mereka akan meniti kehidupan mereka. Sehingga mereka akan siap selalu menghadapi segala rintangan. Kedewasaan mereka terbentuk seperti ini karena juga ketangguhan orang tua yang selalu mendukung mereka bahkan dengan berbagai cara termasuk pembiayaan yang tidak sedikit. Sebagai orang tua, mereka melakukan apa yang bisa dilakukan sembari menguatkan jiwa anak-anak mereka hingga jadilah mereka anak yang tegar dan siap untuk menikmati hidup selanjutnya 

Bersyukur dan Membantu Sesama di Tengah Keterbatasan

Mas Doni selaku pakar pendidikan karakter memberikan tanggapannya yakni ia sungguh-sungguh merasakan bahwa ada satu hal penting yang kita pelajari hari ini tentang kebaikan yaitu dalam hidup ini tampaknya kita perlu melihat kehidupan ini secara utuh dalam konteks pendidikan karakter dan melihat bahwa setiap individu dari dalam dirinya itu memiliki kemampuan untuk mengatasi keterbatasan dan bahkan bukan hanya keterbatasan diri tapi kita bisa merangkul sesama. Dan selalu bersyukur kepada Tuhan sang pemberi hidup.

 

Untuk menyaksikan kisah selengkapnya dari Diva dan Femi, Sahabat SEJIWA dapat menyaksikannya pada link di bawah ini:

https://www.youtube.com/watch?v=ny3eok5RBNY  

 

Yayasan SEJIWA

Service for Peace