Bincang Sejiwa Episode #7
“Ketangguhan Mengikis Hambatan”
Minggu, 12 Juli 2020
Narasumber:
- Diena Haryana (Pendiri Yayasan SEJIWA)
- Doni Koesoema A (Pakar Pendidikan Karakter)
- Dyah M. Sulistyati (Praktisi PAUD)
“Jangan berkecil hati karena anak berkebutuhan khusus pasti memiliki kelebihannya masing-masing. Mereka adalah bintang di bidangnya sendiri”
-Dyah M. Sulistyati
Dikaruniai seorang anak merupakan anugerah terbesar bagi orangtua. Kasih sayang, bekal pendidikan, dan nasihat merupakan beberapa bentuk ajaran yang diberikan orangtua agar anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sukses. Namun, bagaimana jika anak yang kita miliki memiliki kebutuhan khusus, apa saja yang harus diberikan agar mereka tetap bisa berkembang sebaik mungkin seperti anak lainnya?
Bincang Sejiwa #7 dengan tema “Ketangguhan Mengikis Hambatan” membahas tentang perjuangan seorang ibu yang membesarkan anak-anaknya. Ibu Dyah M. Sulistyawati, atau yang akrab disapa Mbak Lilis, merupakan seorang ibu dari dua orang putra yang anak sulungnya memiliki ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder). Secara singkat, ADHD dapat dijelaskan sebagai kondisi dimana seorang anak memiliki kesulitan dalam memfokuskan atensi, cenderung hiperaktif, dan impulsif.
Mba Lilis menceritakan bahwa sejak memiliki anak sulungnya, Ibnu, ia harus membesarkan anaknya seperti seorang “single parent” karena suami yang bekerja di luar pulau dan sering berpindah tempat. Tentu tidak mudah untuk membesarkan anak yang memiliki kebutuhan khusus. Berbagai tantangan ditemukan Mbak Lilis dalam perjalanannya membesarkan Ibnu. Salah satu tantangan terbesar yang ia hadapi adalah stigma dari keluarga dan masyarakat. Tak jarang ia mendapatkan komentar dari kerabat-kerabat dekatnya tentang kondisi Ibnu. Kondisi Ibnu yang sedikit berbeda dari anak-anak pada umumnya juga kadang membuat Mbak Lilis harus bekerja lebih keras untuk mencari sekolah yang mau menerima Ibnu. Selain itu, banyak asisten rumah tangga yang hanya bertahan dua minggu bekerja di rumah Mbak Lilis karena tidak mengerti kondisi yang dialami Ibnu.
Mas Doni menambahkan bahwa tantangan yang dihadapi dalam mendidik anak dengan kebutuhan khusus datang dari 2 pihak, yaitu:
- Orangtua. Orangtua dari anak berkebutuhan khusus harus memiliki hati untuk anaknya, menerima dan memperlakukan anak untuk ditumbuhkan sesuai dengan kekuatan dan keunikan. Seringkali orangtua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus langsung pasrah ketika mengetahui kondisi anaknya dan lebih memilih untuk langsung memasukkan anak tersebut ke sekolah khusus. Padahal tidak harus selalu seperti itu.
- Lingkungan luar. Guru yang tidak memahami kondisi anak dengan berkebutuhan khusus dan masyarakat dengan stigma-stigma terhadap anak berkebutuhan khusus dapat menjadi sumber persoalan. Usaha-usaha yang dilakukan oleh orangtua tidak akan cukup tanpa bantuan dari masyarakat luar. Untungnya, sekarang pemerintah ikut turun tangan melalui peraturan No. 13 tahun 2020 tentang akomodasi yang layak bagi anak dengan disabilitas. Peraturan ini dibuat agar masyarakat dapat mendukung dan membantu dalam memfasilitasi anak-anak berkebutuhan khusus dan tidak mendiskriminasi mereka.
Dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut banyak strategi yang telah dilakukan oleh Mbak Lilis. Hal pertama yang ia lakukan adalah menanamkan mindset bahwa anak adalah “penghibur” atau hiburan bagi orangtua, bukan sebagai beban. Dengan mindset seperti ini, orangtua dapat menggunakan strategi yang tepat dalam membesarkan anak dan memberikan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan anak. Selanjutnya, dalam membesarkan anak dengan kebutuhan khusus, Mbak Lilis menyarankan agar orangtua dapat mengakui dan menerima keadaan yang ada sehingga bisa menerima bantuan yang tepat tentang bagaimana membesarkan anak. Ia menyampaikan bahwa penyangkalan terhadap kondisi anak hanya akan menyulitkan untuk mendapatkan bantuan yang tepat. Oleh karena itu, Mbak Lilis tidak pernah mau menutupi keadaan Ibnu ke orang-orang lain.
Karena banyak menghabiskan waktu bertiga di rumah, Mbak Lilis berusaha membentuk hubungan dengan anak-anaknya seperti hubungan seorang sahabat dimana sang anak dapat berbicara, bercerita, dan bertukar pendapat dengan ibunya secara leluasa layaknya dengan sahabat tetapi tetap memberikan batasan yang membuat anak segan dan patuh pada ibunya.
Mbak Lilis juga selalu menanamkan kepada anak anaknya supaya mereka siap menghadapi masa depannya dengan menjelaskan bahwa bukan lingkungan yang seharusnya menyesuaikan dengan kondisi kita melainkan kitalah yang seharusnya beradaptasi dengan dunia. Bagaimana caranya keterbatasan yang dimiliki kita dijadikan kelebihan. Selain itu, Mbak Lilis mengajarkan kedua putranya untuk mengenali masalahnya sendiri dan mencari solusi dari masalah tersebut secara mandiri. Hal ini merupakan salah satu cara Mbak Lilis dalam mengajarkan anaknya menjadi mandiri dan mengasah problem solving.
“Untuk menangani anak-anak dengan kebutuhan khusus, kunci utamanya ada di orangtua. Bagaimana orangtua memiliki perspektif pendampingan ke anak, baru setelahnya lingkungan yang menyesuaikan. Selain itu, dengan memahami karakteristik setiap anak, orangtua dapat membantu mengarahkan anak ke kekuatan-kekuatan yang mereka miliki sehingga bisa melengkapi kekurangan yang dimiliki anak.” (Doni Koesoema A.)
Mba Diena menyampaikan bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki potensi yang besar untuk sukses dalam kehidupan sama seperti anak lainnya. Tinggal bagaimana orangtua mengatur hati mereka, menerima keadaan, dan menyusun strategi dalam memfasilitasi anak tersebut. Oleh karena itu, Mba Diena menekankan pentingnya mengatur well-being, emosi, kondisi fisik, dan kebahagiaan orangtua.
“Kalau kita tidak bisa mengatur well-being diri kita sendiri, bagaimana bisa kita mengatur well-being anak kita, apalagi anak dengan kebutuhan khusus” (Diena Haryana).
Salah satu cara yang Mbak Lilis lakukan untuk menjaga well-being-nya adalah dengan mem”bolang” dan mengajak anak-anaknya dekat dengan alam. Selain itu, Mbak Lilis yang memiliki passion dalam mengajar memilih untuk menyalurkan energinya untuk berbagi dan mengajar guru-guru di PAUD sekaligus mendalami tentang apa yang membentuk seorang anak. Ia menyadari bahwa kunci dari keberhasilan perkembangan anak adalah jika semua yang ada saat periode PAUD terpenuhi seperti aspek karakter dan resilience anak. Semua ia pelajari dari pengalaman membesarkan Ibnu dan adiknya, Bayu.
Terakhir, hal yang terpenting adalah menanamkan ketangguhan atau resilience dalam diri anak. Ketangguhan artinya tidak cepat menyerah, selalu berjuang, dan selalu mencari solusinya sendiri ketika menemukan masalah. Untuk menanamkan hal ini pada anak, orangtua sudah seharusnya memberikan kesempatan bagi anak untuk mempelajari hal ini sedari kecil lewat hal-hal sederhana seperti memasang kancing baju, mengikat tali sepatu, dan makan secara mandiri. Hal-hal ini lah yang membuat anak memiliki kepercayaan diri yang bagus.
Berkat keuletannya dalam membimbing putra sulungnya, kini Ibnu berhasil masuk ke salah satu universitas top di Indonesia, yaitu Universitas Gajah Mada, memiliki sejumlah prestasi dalam seni bela diri Tai Chi, menjadi delegasi dalam Model United Nations (MUN), hingga dinominasi menjadi presiden MUN untuk UGM.
Dalam pesan penutup, Mas Doni menyampaikan bahwa dalam membentuk anak yang memiliki karakter luhur dan berkebajikan, diperlukan orangtua dan guru yang juga memiliki karakteristik tersebut. Mba Diena juga menambahkan bahwa anak sebagai karunia Tuhan untuk orangtua, guru dan semuanya yang sudah selayaknya ditumbuhkan dan dicintai. Namun, jenis cinta yang diberikan haruslah cinta yang menguatkan dan memberikan ketangguhan bagi mereka agar mereka memiliki mampu menjadi manusia yang mandiri, memiliki life-skills yang hebat, dan memiliki harga diri yang hebat. Terakhir, Mbak Lilis berpesan bahwa orangtua tidak perlu berkecil hati ketika memiliki anak dengan berkebutuhan khusus karena mereka pasti memiliki kelebihannya masing-masing dan mereka adalah bintang di bidangnya sendiri.
Salam damai,
Yayasan SEJIWA
“Service for Peace”