BINCANG SEJIWA EPISODE 83
KISAH INSPIRATIF-MERANGKUL BURUH MIGRAN PENYINTAS HUMAN TRAFFICKING
MINGGU, 19 JUNI 2022
Moderator : Afriyani Rahmawati
Narasumber:
Diena Haryana – Pendiri Yayasan SEJIWA
Doni Koesoema A – Pakar Pendidikan Karakter
Maizidah Salas – Pendiri Kampung Buruh Migran
Peran yang Dilakukan Ibu Maizidah Salas di Kampung Buruh Migran
Ibu Maizidah Salas atau yang biasa dipanggil Ibu Salas adalah perempuan yang lahir di Desa Krasak, Kecamatan Kaliworo, Kabupaten Wonosobo. Ibu Salas pernah bekerja sebagai TKI di Korea dan Taiwan. Bekerja di dua negara itu memberikan pengalaman baru bagi Ibu Salas tentang betapa sulitnya orang uang di Negeri Orang. Ibu Salas sempat dipenjara di dua negara itu karena menjadi TKI ilegal.
Ibu Salas tidak melanjutkan sekolah karena Ibu Salas pernah menjadi korban kekerasan seksual. Akibat dari kejadian itu Ibu Salas dibully oleh teman-temannya. Karena banyak tekanan dari orang-orang sekitar, Ibu Salas dinikahkan dengan pelaku pada saat berusia 16 tahun. Hal itu membuat Ibu Salas benar-benar stress dan Ibu Salas menyerah dengan menerima pinangan laki-laki itu. Pada saat itu belum ada aturan dan kebijakan yang mengatur perlindungan perempuan apalagi yang menjadi korban kekerasan seksual. Setelah menikah Ibu Salas menjadi korban KDRT. Ibu Salas pernah mencoba bunuh diri karena tidak berani bicara tentang apa yang dirasakannya. Setelah kejadian itu Suami Ibu Salas meninggalkan Ibu Salas dan Anaknya tanpa kabar berita dan tanpa nafkah. Hal ini membuat Ibu Salas putar otak agar bisa menghidupi dirinya dan anaknya. Akhirnya Ibu Salas pergi ke Korea sebagai TKI.
Saat pertama kali menjadi TKI, Ibu Salas pergi ke Korea dengan modal uang pinjaman dari Bidan Desa yang adiknya juga pergi sebagai TKI ke Korea. Di Korea, Ibu Salas bekerja selama 18 bulan. Ibu Salas berhenti karena ada krisis keuangan global yang sedang terjadi saat itu. Saat bekerja Ibu Salas tidak mendapatkan gaji yang sesuai karena masih ada potongan sebesar gaji 14 bulannya dan tidak bisa melunasi utangnya. Pada saat hendak dideportasi Ibu Salas kabur dan menjadi pekerja migran ilegal. Hingga akhirnya Ibu Salas ditangkap polisi dan dideportasi.
Setelah itu, Ibu Salas pulang ke Indonesia selama satu tahun. Saat itu Ibu Salas bingung karena belum bisa melunasi hutang dan juga ada anak yang harus diberi nafkah. Ibu Salas akhirnya mendaftar ke Taiwan dengan biaya hasil menjual pekarangan orangtuanya. Ternyata di Taiwan Ibu Salas ditipu. Ibu Salas tidak berani pulang dan mengabari keluarga di rumah. Setelah itu Ibu Salas bertemu calo dan diiming-imingi kehidupan dan layak.
Tetapi Ibu Salas malah tidak mendapatkan hidup yang layak. Ibu Salas tinggal di penampungan yang keadaannya tidak layak dengan satu ruangan yang digunakan untuk segala aktivitas untuk 100 orang lebih. Ibu Salas tidak mendapatkan makanan yang layak dan bekerja tanpa dibayar.
Awalnya Ibu Salas diminta untuk menjaga satu nenek buta. Tetapi Ibu Salas bekerja di rumah besar empat lantai dari jam 04.00 – 01.00 setiap hari dengan hidup yang terbatas. Ibu Salas tidak boleh istirahat, tidak boleh sholat, tidak boleh berbicara selain kepada keluarga majikan, tidak boleh mengabari keluarga, tidak boleh memegang handphone. Pekerjaan yang dilakukan Ibu Salas sangat berbeda dengan yang dijanjikan di awal. Ibu Salas bekerja membersihkan rumah besar, mencuci baju, melayani anggota keluarga tersebut, dan juga bekerja di restoran milik keluarga tersebut.
Hal yang dialami Ibu Salas membuat Ibu Salas berpikir keras saat kembali ke Indonesia agar perempuan-perempuan di Desa Ibu Salas tidak mengalami hal yang sama dengan Ibu Salas. Ketika pulang Ibu Salas mempunyai ide kecil untuk membagikan ilmu dan pengalamannya untuk teman-teman di lingkungannya agar perempuan-perempuan lain tidak mengalami hal yang sama dengan Ibu Salas.
Kegiatan yang ada Di Kampung Buruh Migran yang masih berjalan adalah kegiatan PAUD gratis untuk anak-anak pekerja migran, diskusi kelompok setiap bulan yang dilakukan bergilir dari anggota ke anggota kelompok tiap bulannya, usaha kelompok berupa Toko Sembako, produksi Lompor, ambulance gratis, produksi film-film bertema buruh migran, dan Kelompok Simpan Pinjam.
Selain Itu Ibu Salas juga berencana mendirikan minimarket di daerah Wonosobo. Minimarket ini dibagun sebagai bentuk kepedulian terhadap korban-korban human trafficking yang nantinya diharapkan minimarket tersebut bisa menjadi sarana bagi korban human trafficking agar para korban menjadi lebih berdaya. Penghasilan dari minimarket ini nantinya akan dibagi untuk anggota dan juga untuk kegiatan sosial. Minimarket ini direncanakan akan dibuka pada bulan Juli.
Latar Belakang Ibu Salas Mendirikan PAUD
Ibu Salas mendirikan PAUD karena pengalaman Ibu Salas. Saat bekerja di Korea dan Taiwan Ibu Salas mempunyai anak yang masih kecil, pada saat itu di daerah Ibu Salas belum ada PAUD dan wadah untuk anak-anak usia dini belajar. Pada awalnya Ibu Salas hanya menyediakan tempat di rumah Ibu Salas untuk anak-anak agar mereka dapat berkumpul dan berkreasi. Pada awalnya belum ada permainan edukatif dan Ibu Salas membuka PAUD dengan modal nekat dan seadanya.
Awalnya Ibu Salas mengundang orang tua asuh anak-anak pekerja migran karena biasanya jika Ibunya bekerja di luar negeri Bapaknya juga bekerja di luar kota atau merantau ke daerah lain. Yang menjadi pengasuh anak-anak itu biasanya adalah nenek kakeknya, saudaranya, atau tetangganya yang tidak memprioritaskan anak tersebut. Selain itu orangtua asuh kebanyakan tidak mengerti pola asuh yang baik untuk anak itu seperti apa, bagaimana pendidikannya, bagaimana, gizinya dan pertumbuhan anak tersebut. Yang penting di saat Ibunya pulang dari luar negeri anaknya masih hidup.
Ibu Salas menggunakan uang pribadinya untuk modal mendirikan PAUD. Dengan modal yang seadanya Ibu Salas membelikan alat-alat bermain, alat tulis, dan juga alat-alat belajar yang digunakan untuk PAUD. Hal yang dilakukan Ibu Salas mengetuk hati orang-orang di sekitar Ibu Salas dan memberikan sumbangan untuk PAUD Ibu Salas. Saat ini PAUD Ibu Salas sudah berdiri 12 tahun dan masih berdiri kokoh.
Program di PAUD Kampung Buruh Migran
PAUD yang berada di Kampung Buruh Migran bekerjasama dengan KPPA untuk program Smart Parenting. Ibu Salas menginisiasi program Smart Parenting karena Ibu Salas merasa di kampungnya banyak anak-anak yang tidak mendapatkan hidup layak seperti anak-anak lain. Pengasuhan dan kebutuhan anak-anak pekerja migran berbeda dengan anak-anak lainnya karena anak-anak pekerja migran tidak langsung diasuh oleh orang tuanya. Biasanya para pekerja migran tidak memberikan uang yang cukup untuk anaknya. Anak pekerja migran hanya mendapatkan uang sekitar 3.000.000 – 5.000.000 untuk 3 tahun. Uang tersebut sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan anak sehingga banyak anak-anak yang tidak mendapatkan gizi yang cukup untuk kebutuhan anaknya.
Program Smart Parenting adalah pembemberian edukasi kepada pengasuh anak-anak buruh migran tentang smart parenting. Selain itu pengasuh anak buruh migran juga diberikan kegiatan produktif dan edukasi contohnya pelatihan pembuatan kue, pembuatan kue kering, dan praktik memasak. Para Pengasuh buruh migran juga diberi buku atau majalah.
PAUD Kampung Buruh Migran juga bekerja sama dengan PKK. Setiap bulan kesehatan anak-anak diperiksa dan diberikan gizi tambahan.
Kisah Inspirasi dari bu Salas Setelah Peristiwa Buruk yang Sudah Dialami
Sebelum pulang ke Indonesia bu Salas sempat belajar berorganisasi di hongkong Asian grand Center, mengorganisir teman-teman di taiwan. Disana bu Salas belajar tentang Hak buruh migran itu apa. Kemudian ketika pulang ke Indonesia beliau sharing kepada teman-temannya. Sehingga sepakat untuk mendirikan organisasi yaitu Solidaritas Perempuan Migran Wonosobo. Bu Salas dan teman-temannya melakukan sharing dengan pengalaman mereka selama bekerja di luar negeri dan ternyata cukup banyak juga yang hampir sama pengalamannya dengan bu Selasa. Dengan latar belakang yang dialami oleh bu Salas, beliau ditakdirkan bertemu dengan temannya selama 10 tahun yang selalu memberikan support. Serta melakukan pendekatan kepada beliau dan menguatkan bu Salas. Sehingga temannya tersebut menjadi suaminya karena sabar, telaten membimbing bu Salas hingga menguatkan beliu selama 10 tahun ketika masih di taiwan, sehingga hal tersebut membuat bu Salas kuat, survive dan suami bu Saas yang membuat beli bisa kuat hingga sampai sekarang ini.
Apa Yang Harus Dilakukan Pendidik Untuk Melakukan Pencegahan Human Trafficking
Mulai dari hal kecil bersosialisasi seperti mengobrol pada lingkungan rumah, atau teman-teman, serta bisa melalui sosial media yang selama ini dilakukan oleh bu Salasa untuk mengkampanyekan apa itu human trafficking. Kemudian mengedukasi masyarakat untuk mereka tercegah dari human trafficking. Dengan pembuatan film yang dibuat oleh bu Salas mengenai human trafficking. Sehingga film tersebut bisa sebagai alat media kampanye di tengah-tengah masyarakat dengan mengundang mereka untuk menonton film tersebut. Dengan cara seperti itu mereka akan lebih tertarik. Dengan menyampaikan kepada anak-anak di Indonesia bahwa human trafficking sangat bahaya dan resiko tinggi oleh korban. Sehingga perlu sekali kepada para pendidik untuk menyampaikan seluas-luasnya, dari jenjang kanak-kanak, SD, SMP, SMA bahkan sampai ke perguruan tinggi tentang bahayanya human trafficking. Perlu sekali di Indonesia ada kurikulum khusus untuk pencegahan tindak pidana perdagangan orang atau misalnya kurikulum tersebut ada catatan-catatan kecil yang bisa disampaikan. Apalagi di Indonesia sudah punya Undang-Undang no.21 thn 2007 tentang CPO terkait poin-poin di dalamnya yang bisa disampaikan kepada publik supaya mereka bisa tercegah menjadi korban.
Sehingga dengan semestinya kita mengkampanyekan isu-isu mengenai human trafficking agar tidak terjadi banyaknya korban. Serta memberikan edukasi kepada anak-anak dan juga wanita agar mencegah dan terhindar dari bahayanya human trafficking tersebut.
Bagi sahabat sejiwa yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai Kisah Inspirasi dari pengalaman Ibu Salas mengenai human trafficking bisa dapat menyaksikan pada link di bawah :
Bincang Sejiwa Episode 83 Kisah Inspiratif : Merangkul Buruh Migran Penyintas Human Trafficking
Yayasan SEJIWA
“Service for Peace”