Hallo, Sahabat SEJIWA! Bagaimana nih, kabarnya? Semoga baik-baik saja ya. Di masa pandemi Covid-19 ini, hampir semua kegiatan kita terjadi terjadi secara online karena harus bekerja maupun belajar dari rumah. Tetapi, karena sudah terdapat kemajuan teknologi sehingga kegiatan bekerja maupun belajar dapat terjadi dengan mudah. Namun, kondisi ini pada akhirnya meningkatkan aktivitas online, ternyata hal ini juga dapat meningkatkan kejahatan berupa cyberbullying. Oleh karena itu, Yayasan SEJIWA membuat artikel berseri untuk membahas mengenai cyberbullying. Nah, untuk pembahasan awal kita akan memulainya dari kemajuan teknologi informasi yang memberikan begitu banyak dampak positif maupun negatif dan apa kaitannya dengan cyberbullying? Kita akan juga akan mengetahui seberapa banyak pelaku maupun korban dari cyberbullying dan media apa saja yang biasa digunakan untuk melakukan cyberbullying? Yuk, simak penjelasan berikut!
Kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat mampu mengubah pola kehidupan masyarakat dalam pemenuhan informasi, seperti memudahkan siswa untuk mencari informasi tambahan dalam menyelesaikan tugasnya, memudahkan untuk berkomunikasi dengan kawan-kawannya, mendorong berbagai ide dalam pembelajaran kooperatif, meningkatkan rasa ingin tahu dan konsep diri (Safaria & Rizal, 2019). Dengan begitu, dapat dikatakan informasi dapat menyebar secara cepat sehingga sulit untuk dikontrol. Saat ini, kita pun semakin diberikan kemudahan dengan berbagai kecanggihan teknologi, mulai dari munculnya alat komunikasi seperti handphone yang kemudian menjadi smartphone dengan berbagai macam fitur dan teknologi internet.
Internet memudahkan penggunanya untuk bertukar informasi tanpa harus bertatap muka secara langsung. Selain itu, munculnya internet mendorong munculnya berbagai macam media sosial seperti, facebook, twitter, instagram, WhatsApp, line dan sebagainya. Pengguna internet di Indonesia semakin meningkat dari tahun 2010, jumlah pengguna internet di kota-kota besar Indonesia naik dari 30-35% menjadi 40-45% , mencapai total 55 juta pengguna Internet pada tahun 2011 (MarkPlus, 2011). Terutama pada masa pandemi ini, tentu meningkatkan penggunaan internet hingga 56% dari sebelum terjadinya pandemi (CNN Indonesia, 2020). Sebagian besar pengguna internet di Indonesia (50-80%) berusia 15-30 tahun (MarkPlus, 2011).
Diperkirakan 30 juta orang di Indonesia memiliki akun Twitter (Semiocast, 2012) dan sekitar 51 juta memiliki akun Facebook (The Global Review.com, 2013). Dengan kemajuan teknologi, orang-orang sekarang terus terhubung ke dunia online dan memiliki akses ke media sosial 24 jam sehari (Sticca et al., 2013). Selain dampak positif yang bisa kita dapatkan dari internet seperti yang sudah dipaparkan di atas, tidak bisa dipungkiri bahwa internet juga membawa dampak negatif. Beberapa diantaranya, adanya paparan seksual yang tidak diinginkan melalui iklan-iklan yang ada, kejahatan di dunia maya (cybercrime), cyberstalking dan cyberbullying (Langos, 2012).
Salah satu dampak negatif dari kemajuan teknologi dengan adanya internet yaitu cyberbullying. Lalu apa itu cyberbullying? Cyberbullying adalah tindakan menyakiti, mengintimidasi, mengancam, mengucilkan seseorang melalui internet, jejaring sosial, mobile phone atau teknologi digital lainnya (Tim Sejiwa). Selain itu, berdasarkan UNICEF (n.d.) cyberbullying (penindasan dunia maya) merupakan perundungan (bullying) dengan teknologi digital dilakukan secara berulang untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran. Cyberbullying dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game dan ponsel. Cyberbullying adalah perundungan yang terjadi melalui perangkat digital seperti ponsel, komputer, dan tablet. Cyberbullying dapat terjadi melalui SMS, aplikasi, media sosial, forum, atau permainan di mana orang dapat melihat, berpartisipasi, atau berbagi konten. Cyberbullying termasuk mengirim, memposting, atau berbagi konten negatif, berbahaya, palsu, atau jahat tentang orang lain. Ini dapat mencakup berbagi informasi pribadi atau tentang orang lain yang menyebabkan rasa malu atau penghinaan, beberapa cyberbullying melewati batas menjadi perilaku yang melanggar hukum atau kriminal (ASPA, 2020). Hal ini dapat menyebabkan berbagai permasalahan psikososial termasuk kecemasan sosial (social anxiety), rasa keberhargaan diri menjadi rendah (low self esteem), dan depresi.
Cyberbullying merupakan sebuah fenomena yang baru dan berkembang cukup pesat sebagai salah satu akibat dari kemajuan teknologi. Di Indonesia, jumlah anak-anak dan remaja yang mengalami cyberbullying atau menjadi korban cyberbullying cukup tinggi. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Wiguna et al. (2018) dengan 2.917 siswa SMA dan SMA (5 SMA dan 4 SMP), penelitian ini cross-sectional dan bagian dari studi yang lebih luas tentang ‘Kesehatan Mental Remaja, Kesejahteraan dan Perilaku Bullying’ di Indonesia selama periode 2016-2017. Ditemukan sebanyak 5.14% merupakan korban cyberbullying, 2.43% merupakan pelaku cyberbullying dan 52.25% merupakan korban dan pelaku cyberbullying. Di mana biasanya, pada usia 12-14 mereka sebagai korban atau pelaku. Namun, ketika usia lebih 15 tahun biasanya mereka sebagai korban dan pelaku dari cyberbullying. Studi yang dilakukan oleh Yulianti (2014) melibatkan 251 partisipan dari 2 SMA yang berbeda, SMA Negeri (101 partisipan) dan SMA Swasta (150 partisipan) di Yogyakarta, dengan rentang usia 14-18 tahun. Yulianti (2014) menemukan sebanyak 54.2% telah melakukan cyberbullying sesekali dan 21.6% mengaku telah melakukan cyberbullying secara berulang. Bentuk cyberbullying yang paling umum yaitu, verbal, social exclusion dan cyber. Selanjutnya 52.6% partisipan melaporkan sebagai korban cyberbullying dan 46.2% melaporkan satu sampai dua kali pernah menjadi korban cyberbullying. Nazriani & Zahreni (2016) menemukan dari 232 siswa SMP dan SMA di Medan sebanyak 36% pelaku cyberbullying, 50% korban cyberbullying dan 29% mengaku sebagai korban dan pelaku cyberbullying.
Nah, Sahabat Sejiwa, Ipsos (2011) melakukan survei kepada 18.687 orang tua di 24 negara termasuk Indonesia. Ditemukan 12% orang tua menyatakan bahwa anak mereka pernah mengalami cyberbullying dan 60% diantaranya menyatakan bahwa anak-anak mengalami cyberbullying pada media sosial seperti Facebook. Ternyata fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja loh! Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Chang et al. (2013) pada tahun 2010 kepada siswa 2.992 siswa SMA kelas 10 di Taiwan, ditemukan 18.4% merupakan korban cyberbullying, 5.8% merupakan pelaku cyberbullying dan 11.2% merupakan pelaku dan korban cyberbullying. Selain itu, studi yang dilakukan oleh Leung et al. (2018) dengan 312 mahasiswa Hong Kong, menemukan sebanyak 58% pelaku cyberbullying, 68% merupakan korban cyberbullying.
Lalu, media apa saja yang digunakan untuk melakukan cyberbullying? Dalam studi yang dilakukan Safaria (2016) dengan 102 siswa SMP dari sekolah swasta di Yogyakarta, 14.28% telah mengalami cyberbullying. 27.5% mengalami cyberbullying melalui facebook, 12.7 % melalui Twitter, 12.7% melalui SMS dan 33.6% melalui SMS, Twitter, Facebook dan Youtube. Hasil lainnya ditemukan pada studi yang dilakukan oleh Safaria, et al (2016) menemukan melibatkan 3 SMA di Yogyakarta dengan 495 partisipan. Ditemukan sebanyak 16.2% tidak pernah mengalami cyberbullying, 43.2% memiliki pengalamanan cyberbullying (satu atau dua kali), 26.3% memiliki pengalam cyberbullying (dua hingga tiga kali), 13.1% memiliki pengalaman cyberbullying (empat hingga 5 kali) dan 1.2% sebagai korban cyberbullying dan mengalaminya setiap hari (lebih dari 5 kali). Sebanyak 83% partisipan yang memiliki pengalaman cyberbullying terjadi setiap hari. 51.5% mengalami cyberbullying melalui Facebook, 13.1% melalui Twitter, 10.2% melalui E-mail, 13.1% melalui SMS dan 10.2% melalui Youtube. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh lembaga anti-bullying di Inggris Ditch the label (2013) menunjukkan hasil tujuh dari 10 remaja menjadi korban cyberbullying, 37% remaja sering mengalami cyberbullying, 20% remaja mengalami cyberbullying ekstrem setiap hari, Facebook, Twitter dan Ask.FM menjadi sumber yang paling mungkin untuk melakukan cyberbullying.
Nah, Sahabat Sejiwa dengan adanya kemajuan teknologi yang ada ternyata cukup banyak dampaknya, diantaranya adanya kemudahan untuk bertukar informasi, memudahkan kita semua untuk berkomunikasi. Tetapi, tidak hanya itu saja, ada pula dampak negatifnya salah satunya cyberbullying. Setelah kita lihat data-data tersebut ternyata korban dari cyberbullying tidak sedikit dan media yang digunakan juga beragam. Padahal dampak dari cyberbullying sendiri luar biasa sekali baik untuk korban maupun pelaku! Yuk Sahabat Sejiwa kita simak series berikutnya untuk mengetahui apa saja sih dampak dari cyberbullying, agar kita lebih mengetahui lebih dalam lagi dan dapat terhindar dari tindakan cyberbullying.
Oleh : Al Wasi’ilah Atini Arum
Referensi:
Assistant Secretary for Public Affairs (ASPA). (2020, July 21). What Is Cyberbullying. Retrieved August 06, 2020, from https://www.stopbullying.gov/cyberbullying/what-is-it
Chang, F. C., Lee, C. M., Chiu, C. H., Hsi, W. Y., Huang, T. F., & Pan, Y. C. (2013). Relationships among cyberbullying, school bullying, and mental health in Taiwanese adolescents. Journal of school health, 83(6), 454-462.
Ditch the Label. (2013). Cyberbullying Archives. Retrieved August 04, 2020, from https://www.ditchthelabel.org/category/bullying/cyberbullying/
Hamayotsu, K. (2013). The limits of civil society in democratic Indonesia: media freedom and religious intolerance. Journal of Contemporary Asia, 43(4), 658-677.
Indonesia, CNN. (2020, April 08). Pengguna Internet Kala WFH Corona Meningkat 40 Persen di RI. Retrieved August 09, 2020, from https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200408124947-213-491594/pengguna-internet-kala-wfh-corona-meningkat-40-persen-di-ri
Ipsos. (2011). One in Ten (12%) Parents Online, Around the World Say Their Child Has Been Cyberbullied, 26% Say They Know of a Child Who Has Experienced Same in Their Community. Retrieved August 04, 2020, from https://www.ipsos.com/en-us/news-polls/one-ten-12-parents-online-around-world-say-their-child-has-been-cyberbullied-26-say-they-know-child
Langos, C. (2012). Cyberbullying: The challenge to define. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 15(6), 285-289.
Leung, A. N. M., Wong, N., & Farver, J. M. (2018). Cyberbullying in Hong Kong Chinese students: Life satisfaction, and the moderating role of friendship qualities on cyberbullying victimization and perpetration. Personality and Individual Differences, 133, 7-12.
MarkPlus . (2011, October 27). Survey MarkPlus Insight: Pengguna Internet di Indonesia 55 juta,Mobile Internet 29 juta. Retrieved August 04, 2020, from https://marketeers.com/survey-markplus-insight-pengguna-internet-di-indonesia-55-jutamobile-internet-29-juta/
Nazriani, D., & Zahreni, S. (2016, November). Adolescent Cyberbullying in Indonesia: Differentiation between Bullies and Victim. In 1st International Conference on Social and Political Development (ICOSOP 2016). Atlantis Press.
Safaria, T. (2016). Prevalence and Impact of Cyberbullying in a Sample of Indonesian Junior High School Students. Turkish Online Journal of Educational Technology-TOJET, 15(1), 82-91.
Safaria, T., Tentama, F., & Suyono, H. (2016). Cyberbully, Cybervictim, and Forgiveness among Indonesian High School Students. Turkish Online Journal of Educational Technology-TOJET, 15(3), 40-48.
Safaria, T., & Rizal, I. (2019). Extraversion, secure attachment dan perilaku cyberbullying. Jurnal psikologi sosial, 17(2), 96-103.
Semiocast. (2012). Geolocation of Twitter users (July 2012). Retrieved August 04, 2020, from https://semiocast.com/en/publications/2012_07_30_Twitter_reaches_half_a_billion_accounts_140m_in_the_US
Sticca, F., Ruggieri, S., Alsaker, F., & Perren, S. (2013). Longitudinal Risk Factors for Cyberbullying in Adolescence. Journal of Community & Applied Social Psychology, 23(1), 52–67. doi:10.1002/casp.2136
The Global Review (2013). Facebook users in Indonesia. Retrieved from http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=12239&type=120#.UpqT2NIW00Q
UNICEF. (n.d.). Cyberbullying: Apa itu dan bagaimana menghentikannya. Retrieved August 04, 2020, from https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/apa-itu-cyberbullying
Wiguna, T., Ismail, R. I., Sekartini, R., Rahardjo, N. S. W., Kaligis, F., Prabowo, A. L., & Hendarmo, R. (2018). The gender discrepancy in high-risk behaviour outcomes in adolescents who have experienced cyberbullying in Indonesia. Asian journal of psychiatry, 37, 130-135.
Yulianti, K. Y. (2014). Cyberbullying in Indonesian senior high schools: A study of gender differences. Institute of Education, University of London.