Halo Sahabat Sejiwa! Kali ini kita bertemu lagi di series cyberbullying edisi terakhir. Nah, dalam tulisan ini kita akan membahas bagaimana cara kita berkontribusi untuk memberikan pertolongan pada korban cyberbullying juga mencegah agar cyberbullying ini tidak berulang kembali sehingga kita bisa lebih nyaman dan bijak dalam berinteraksi di ranah daring.
Berikut beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk memberikan bantuan pada korban cyberbullying, di antaranya:
- Menjadi Pendengar yang Aktif
Hal pertama yang bisa kita lakukan adalah menjadi pendengar yang baik dengan cara mendengar secara aktif bagi korban. Cara ini sangat bisa diterapkan terutama pada korban yang cukup kita kenal. Aktivitas mendengarkan seringkali dilihat sebagai aktivitas pasif, namun ternyata untuk bisa menjadi pendengar yang baik kita perlu mendengar secara aktif. Mendengar secara aktif berarti mendengarkan untuk memahami apa yang disampaikan oleh lawan bicara, baik secara verbal maupun non-verbal untuk kemudian memberikan respon yang tepat (Robertson, 2005). Kita berusaha menangkap apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh korban sebagai dampak cyberbullying, kemudian kita berusaha membantunya merefleksikan apa yang ia rasakan dan menerimanya.
- Membangun Rasa Terhubung secara Sosial (Social Connectedness) di Ranah Daring
Membangun social connectedness dapat kita lakukan dengan cara berusaha memastikan bahwa korban tidak sendirian dan terhubung secara sosial meskipun dalam konteks daring (Scheff, 2019). Cobalah bertanya kepada korban bagaimana keadaan dan perasaannya, serta berusaha menjadi tempat bercerita yang nyaman. Katakan padanya bahwa “saya ada di sini untuk membantu, kita coba hadapi bersama masa yang sulit ini”.
- Berani mengambil tanggung jawab
Ketika menjadi saksi (bystander) dalam cyberbullying, kita berusaha berani mengambil tanggung jawab dengan cara menggunakan fitur ‘report’ atau ‘laporkan’ suatu postingan atau komentar di sosial media yang mengandung konten cyberbullying. Beberapa situs sosial media memiliki teknologi artificial intelligence yang bisa secara otomatis memblokir konten cyberbullying, namun beberapa konten juga tidak dapat terdeteksi karena teknologi tidak dapat menyesuaikan dengan konteks sosial seperti bahasa dan budaya di tempat cyberbullying itu terjadi. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai manusia yang dapat memahami konteks untuk melaporkan konten yang termasuk ke dalam bentuk cyberbullying.
Lalu, bagaimana cara untuk mencegah supaya cyberbullying ini tidak terjadi?
Hal utama yang bisa dilakukan adalah dengan mendapatkan edukasi mengenai fitur perlindungan di ranah daring, khususnya dalam penggunaan media sosial. Nah, UNICEF (2020) memberikan beberapa contoh tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah seseorang mengalami cyberbullying dalam hal pengaturan di media sosial:
- Kamu dapat menentukan siapa saja yang dapat melihat profil, mengirimi pesan langsung, atau mengomentari postingan. Kamu bisa menyesuaikan pengaturan privasi akun kamu
- Kamu dapat melaporkan komentar, pesan, dan foto yang menyakitkan dan meminta media sosial tersebut untuk menghapusnya
- Selain ‘unfriend’ atau ‘unfollow’, kamu dapat memblokir seseorang untuk menghentikan mereka melihat profilmu atau menghubungimu
- Kamu juga dapat mengatur untuk dapat dikomentari oleh orang-orang tertentu saja tanpa harus benar-benar memblokir
- Kamu dapat menghapus postingan di profilmu atau menyembunyikannya dari orang-orang tertentu
Selain itu, orang tua berperan besar untuk mengawasi anak dalam penggunaan gawai. Apapun hal yang diunggah anak di dunia maya melalui media sosialnya, sebaiknya orangtua mengetahui hal ini terutama untuk mencegah munculnya postingan-postingan yang bisa saja menyakiti atau menyinggung orang lain. Meskipun demikian, orangtua mungkin kesulitan untuk selalu mengawasi aktivitas online anak. Nah, Stop Bullying (2017) memberikan beberapa contoh tindakan untuk mencegah dan melindungi anak dari cyberbullying:
- Minta izin anak untuk mem-follow semua media sosial mereka. Yakinkan anak bahwa orangtua hanya berperan untuk mengawasi apa saja hal yang diunggah anak di media sosial
- Follow juga beberapa akun yang disenangi anak untuk mengetahui hal-hal apa saja yang anak lihat di media sosialnya.
- Orangtua diharapkan “melek teknologi” agar selalu up to date dengan perkembangan aplikasi, platform online, maupun istilah-istilah terbaru yang muncul dari media sosial.
- Buatlah kesepakatan bersama anak untuk penggunaan internet agar anak paham “cara main” yang aman dalam berselancar di dunia maya. Ajak anak belajar bersama mengenai konten-konten yang sesuai dan tidak sesuai untuk diunggah di platform digital.
Pada intinya, Sahabat SEJIWA diajak untuk bijak sekaligus berhati-hati dalam berinternet. Siapa saja dapat berperan untuk mencegah cyberbullying terjadi, asalkan mereka paham akan literasi digital yang tepat. Selain itu, berpikirlah dua kali sebelum mengunggah sesuatu di internet. Jagalah informasi pribadi agar tetap hanya diketahui oleh dirimu dan keluarga terdekat. Mempublikasikan informasi pribadi di ranah online sama saja mengekspos dirimu kepada dunia, tanpa tahu siapa saja orang-orang yang berpotensi untuk menggunakan informasi tersebut untuk hal-hal yang tidak baik.
Jadi, mulai sekarang yuk kita jadi individu yang #TangkasBerinternet!
Oleh: Tresha Utami Hanggarini dan Widiya Solihat Eka Riani
Referensi
Robertson, K. (2005). Active listening: more than just paying attention. Australian family physician, 34(12), 1053.
Scheef, S. (2019). Cyberbullying: How social connectedness may help victims. Psychology Today. Cyted from https://www.psychologytoday.com/us/blog/shame-nation/201902/cyberbullying-how-social-connectedness-may-help-victims
Stop Bullying. (2017). Digital awareness for parents. Diakses dari https://www.stopbullying.gov/cyberbullying/digital-awareness-for-parents
UNICEF. (2020). Cyberbullying: Apa itu dan bagaimana menghentikannya. Diakses dari https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/apa-itu-cyberbullying