Bincang Sejiwa Episode 8
“HARAPAN BARU YANG TUMBUH DI PANTI”
Minggu, 19 Juli 2020
- Martinus Mesarudi Gea (Pendiri Yayasan Prima Unggul)
- Sintia Boru Siadari (Lulusan baru SMA Yayasan Prima Unggul)
- Diena Haryana (Pendiri Yayasan SEJIWA)
- Doni Koesoema A. (Pakar Pendidikan Karakter)
Dipandu oleh Andika Zakiy (Program Koordinator SEJIWA)
Membentuk keterampilan pada anak merupakan salah satu hal yang penting, hal tersebut juga dapat menjadi bekal untuk anak-anak di masa yang akan datang. Bagaimana membantu anak-anak untuk memaksimalkan potensi yang mereka miliki ketika tumbuh di panti?
Bincang sejiwa#8 membahas mengenai sebuah panti yang didirikan oleh Pak Martin pada 9 tahun yang lalu diberi nama Yayasan Prima Unggul, dengan misi untuk memutus rantai kemiskinan. Hal ini berangkat dari pengalaman beliau saat lulus dari panti, ia merasa bahwa kendala terbesarnya yaitu, setelah lulus dari panti asuhan dan merantau ke Jakarta, beliau merasa tidak ada keterampilan yang dimilikinya, menyebabkan ia kesulitan secara finansial. Menurut Pak Martin hal tersebut merupakan kendala terbesar untuk anak-anak panti yang berasal dari keluarga sederhana. Sehingga, Pak Marti membangun Yayasan Prima Unggul yang berisi anak-anak dari berbagai daerah, di mana mereka tidak hanya belajar secara formal seperti sekolah pada umumnya, tetapi mereka juga belajar secara non-formal untuk mengembangkan keterampilan yang anak-anak miliki dengan berbagai macam kegiatan.
Salah satu siswa yang sudah 3 tahun di Yayasan Prima Unggul bernama Sintia Boru Siada, yang biasa disapa Tia, bercerita bahwa di YPU ia tidak hanya belajar secara formal. Namun, ia diberikan kesempatan untuk mengembangkan dirinya dengan kegiatan-kegiatan yang ada dengan praktek langsung. Seperti, kegiatan kewirausahaan yang mendirikan catering lumbung selera, ia diajarkan mulai dari proses produksi, promosi hingg menjual produk baik secara online maupun offline. Selain itu, ada pula pengembangan seni, ia belajar vokal, koreografi juga akting. Selanjutnya, pelatihan pendidikan transformatif, di mana anak-anak YPU menjadi pendamping dan inspirator untuk para pelajar dari berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan yang Tia sukai yaitu, mengenai seni dan juga keuangan. Saat ini, ia juga diberikan amanah untuk belajar di bagain keuangan, bagaiman mengelola keuangan dan juga ia diberikan kesempatan untuk belajar pada bagian kemitraan, Tia diajarkan untuk membangun relasi yang baik dengan mitra-mitra YPU, belajar membangun komunikasi yang baik dan mensosialisasikan kegiatan-kegiatan YPU kepada para mitra.
Cara Pak Martin dalam mengajarkan berbagai kegiatan kepada anak-anak YPU dengan, menumbuhkan karakter anak, menurut Pak Martin “Kita harus menyadari bahwa karakter yang baik dapat membantu anak-anak untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya dan membuka pola pikir anak, sehingga ketika mengikuti kegiatan atau hal-hal yang baru membuat mereka lebih mandiri dan percaya diri”. Sehingga, kegiatan-kegiatan seperti seni, membuat mereka dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya, selanjutnya pada bidang kewirausahaan, mereka dapat membuka catering yang tidak hanya mengembangkan produk, tetapi bagaimana mereka melayani para pelanggan, bagaimana mereka menjaga kualitas dan bagaimana mereka dapat bekerja sama. Begitu juga dengan kegiatan pendidikan transformatif , mereka dapat memberikan inspiratif . Dari seluruh kegiatan tersebut yang sifatnya praktek dapat menumbuhkan kembangkan nilai-nilai dalam diri anak. Pada akhirnya semakin dewasa, mereka semakin sadar mengenai tujuannya dan dapat melakukan apa saja dengan semangat yang mereka miliki. “Siapapun dari keluarga manapun, sesederhana apapun, asalkan kita mampu mendampingin mereka untuk menumbuhkan potensi diri mereka, dengan memberikan arahan yang tepat, maka mereka dapat mencapai yang terbaik dari dirinya” (Martinus Mesarudi G).
Namun, dalam mendisiplinkan anak-anak YPU untuk tetap konsisten melaksanakan berbagai kegiatan yang ada bukan hal yang mudah, hal ini disebabkan karena mereka memiliki latar belakang yang berbeda-beda dan mereka sudah terbiasa bebas didaerahnya. Tetapi ketika pertama masuk di YPU, mereka sudah mengetahui apa yang harus dilakukan. Sehingga, harus ada pola pikir, bahwa ketika mereka masuk ke YPU sudah ada lingkungan yang dapat membantu mereka untuk disiplin, yaitu dengan melihat teman-teman lainnya yang sudah ada di YPU lebih lama dan lebih dulu yang dapat mendorong mereka untuk melakukan hal-hal positif dan membuat mereka lebih memahami satu sama lainnya. Kemudian, adanya penyadaran, dengan menanamkan sikap proaktif yaitu, ketika terdapat suatu hal dari luar baik yang positif maupun yang negatif dapat ditanggapi secara netral, sehingga, apabila hal tersebut baik dapat diikuti, tetapi ketika hal tersebut kurang baik dapat ditinggalkan. Dalam hal tersebut YPU mencoba untuk menanamkan kesadaran-kesadaran diri anak dan mereka sampai pada level mengapa harus melakukan suatu hal dan ketika mereka mengetahui alasannya dan didukung oleh lingkungan, maka program pengembangan menumbuhkan karakter dalam diri dan juga mengembangkan berbagai unit kegiatan jauh lebih mudah.
Anak-anak di YPU memiliki latar belakang atau background yang berbeda-beda, hal ini juga menjadi salah satu tantangan Pak Martin. Namun, hal tersebut dapat diatasi dengan memberikan pengetian kepada anak-anak bahwa mereka datang dari berbagai daerah dan bertemu dengan teman-teman lainnya juga para pengurus yayasan, yang artinya mereka dalam lingkungan yang sama dan berarti mereka adalah saudara yang saling membantu untuk memaksimalkan potensi diri anak-anak, karena mungkin keterbatasan keluarga. Sehingga, pola pikir anak harus diubah dengan memberikan contoh dan keteladanan yang diberikan kepada mereka, juga lingkungan yang mendukung dan mengajarkan keberagaman yang dapat dijadikan sebagai kekuatan. Pada akhirnya dapat menanamkan berbagai nilai-nilai yang positif pada anak. Tantangan tidak hanya dirasakan oleh Pak Martin, melainkan oleh Tia, sebagai salah satu siswi di YPU, tantangan terbesarnya yaitu, ketika terdapat sebuah masalah, di mana mereka harus menyelesaikan masalah dengan cara yang baik. Yaitu, dengan mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama dan tidak menggunakan fisik atau pun kata-kata yang kasar. Mereka belajar untuk berkomunikasi yang baik dengan pendampingan dan pengarahan dari pengurus yayasan, dengan hal tersebut mereka dapat menemukan dan dapat memahami satu dengan yang lainnya. Selain, tantangan yang dihadapi oleh Tia, terdapat hal yang menyenangakan yang Tia rasakan selama di YPU yaitu, belajar untuk menganggap semua teman-teman sebagai saudara. “Yayasan Prima Unggul dapat merubah Saya menjadi seseorang yang lebih senang untuk berteman , saling mendukung dan lingkungan YPU dapat membentuk Saya menjadi anak yang ceria dan dapat menumbuhkan kemampuan ke arah yang positif. Kami tidak hanya berbicara tentang diri kami, tetapi kami dapat memahami satu sama lainnya.” (Sintia Boru S).
Menurut Mas Doni, persoalan ini tidak mudah di mana Pak Martin mulai dari kehidupan panti dan ingin mentransformasikannya. Belum banyak panti asuhan yang memiliki paradigma seperti yang dilakukan oleh Pak Martin. Dengan kata lain, kebanyakan orang mengelola panti asuhan, panti dibuat selalu tergantung pada orang lain, tergantung pada sponsor, tergantung pada donatur. “Anak-anak di panti asuhan ini, bukan anak-anak yang harus dibelaskasihani, melainkan harus diberdayakan. Sehingga, ketika keluar dari panti menjadi individu yang merdeka, yang dapat menentukan jati diri dan dapat mandiri” (Doni Koesoema A).
Pak Martin menjelaskan mengenai tantangan dan pandangan beliau mengenai panti asuhan lainnya yang transformatif dan mandiri yaitu :
- Pak Martin melihat hal ini yang disebut sebagai panggilan hidup, beliau merasa bahwa hal ini muncul dari suatu kesadaran sebagai ucapan syukur, di mana ia dari panti mulai dari tidak memiliki apa-apa, beliau dapat mengembangkan diri .
- Dalam mengelola panti agar terlepas dari ketergantungan yaitu, harus memiliki satu pemikiran bahwa anak-anak panti tidak selamanya, mereka hanya bersifat sementara. Maka, harus merencanakan program-program pemberdayaan. Sehingga, sebagai pengurus panti harus belajar, agar anak-anak dapat mengembangkan diri.
- Dalam mengurus panti, tidak dapat bekerja sendiri. Harus bangun sinergi dengan berbagi pihak dan donatur bukan hanya sebagai donatur uang tetapi sebagai donatur pikiran, donatur keterampilan, hal tersebut sangat luar biasa.
Dalam mensosialisasikan hal-hal tersebut YPU melakukan sosialisasi dengan setiap 2 minggu sekali yang diadakan di kanal youtube YPU. Selain itu, bekerjasama dengan beberapa mitra untuk membuat program-program pemberdayaan. Kemudian, untuk para donatur jangan hanya sekedar membantu dengan uang, tetapi bantu panti-panti agar mereka memiliki pemikiran yang baru dengan membantu merencanakan, agar dana-dana yang didapat tidak hanya sebagai konsumtif tetapi dapat bersifat produktif dan edukatif. Lalu, dapat memberdayakan alumni-alumni untuk menambah SDM, agar mereka memiliki keterampilan untuk mendampingin adik-adiknya. Sehingga, untuk pengambil kebijakan untuk peduli terhadap pembinaan dan pendampingan anak-anak panti dan yang perlu didorong adalah supaya SDM di panti asuhan harus diperhatikan.
Menurut Mba Diena, YPU ini memiliki beberapa hal yang menjadi kunci untuk membantu anak-anak menjadi sukses. “Semua manusia akan sukses ketika mereka memiliki kemandirian, cerdas dan berkarakter” (Diena Haryana). Mandri berkaitan dengan life skills (keterampilan untuk hidup) dan YPU memberikan hal tersebut. Selain itu, terdapat social skills (keterampilan untuk bergaul) yang dibutuhkan agar anak menjadi sukses, ketika melihat anak-anak ceria, percaya diri, kreatif. Maka, dapat dikatakan pergaulan di dalam panti terjadi dengan baik. Terakhir yaitu, study skills YPU memberikan kesempatan untuk anak-anak memaksimalkan potensi yang dimilikinya dengan mencoba berbagai hal dari kegiatan-kegiatan yang diberikan. Apabila ketiga keterampilan tersebut dapat dilakukan dalam sebuah panti, di mana banyak anak-anak berkumpul, bukan chaos yang terjadi melainkan, dapat membantu anak-anak untuk terus belajar.
Salam damai,
Yayasan SEJIWA
“Service for Peace”