Sehari sebelum berlangsungnya ASEAN Civil Society Conference/ ASEAN People’s Forum 2011 pada 3-5 Mei 2011, Child Rights Coalition Asia bekerjasama dengan Southeast Asia Coalition to Stop the Use of Child Soldiers (SEASUCS), Yayasan SEJIWA, Yayasan KKSP, dan Children’s Human Rights Foundation menyelenggarakan preparatory workshop dengan melibatkan anak-anak dan orang dewasa dari berbagai negara di ASEAN. Workshop ini berlangsung selama 2 hari dari tanggal 30 April hingga 1 Mei 2011 bertempat di hotel Kchrysant, Daan Mogot Jakarta. Pesertanya terdiri dari 3 orang anak yang berasal dari Indonesia, 1 orang anak dari Kamboja, 1 orang dari Thailand, dan 1 orang dari Burma beserta 6 orang dewasa yang berperan sebagai adult companion (pendamping anak). Selain itu terdapat juga 9 orang adult facilitator yang berperan untuk membantu terlaksanannya tiap sesi kegiatan.

Hari pertama workshop dibuka dengan sambutan dari Ryan Silvero selaku koodinator SEASUCS. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan permainan “Keep the balloons up” di mana peserta harus bekerja sama untuk menjaga agar balon yang diberikan oleh fasilitator tetap berada di udara selama 5 menit . Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan games kedua yaitu “Find the Words”. Dalam games ini, 6 orang peserta harus bekerja sendiri untuk menyusun puzzle berisi sebuah kata. Dalam tiap puzzle ada 3 keping yang merupakan bagian dari puzzle lain. Untuk menemukan 3 bagian yang belum lengkap tersebut, mereka harus saling berkomunikasi. Setelah masing-masing anak selesai menyusun puzzlenya ,mereka kemudian diminta menyusun ke enam buah puzzle tersebut untuk membentuk sebuah kalimat yaitu “let’s work together for children in ASEAN”. Kedua games ini bertujuan untuk mengeratkan kembali hubungan di antara peserta serta memacu komunikasi dan kerjasama di antara mereka sebagai perwakilan ASEAN. Selesai bermain games, fasilitator mengarahkan anak-anak untuk menuliskan harapan-harapan mereka selama berlangsungnya preparatory workshop tersebut. Adult facilitator pun boleh menuliskan harapan mereka.

Berbagi Informasi

Selesai bermain, kegiatan hari pertama dilanjutkan dengan pemaparan kondisi terkini di tiap negara setelah berlangsungnya regional workshop pada bulan oktober 2010 di manilla. Tiap negara yang hadir harus menjelaskan aktivitas yang mereka lakukan sebagai tindak lanjut dari action plan yang dibuat di Manilla beserta evaluasi, dan tantangan yang mereka hadapi di lapangan. Sesi yang pada awalnya direncanakan berlangsung selama satu setengah jam ini ternyata membutuhkan waktu sekitar 3 jam karena banyaknya pemaparan dari tiap negara serta tanya jawab dari peserta lain. Hari pertama akhirnya ditutup dengan sesi yang dipandu oleh Irene F. Fellizar yang merupakan NGO Advisory Council for the Follow-up of the UN Study on VAC. Di sesi ini, Irene mengajak peserta memikirkan isu apa saja yang terjadi untuk nanti di analisis dan diputuskan isu mana yang akan dibawa ke APF sebagai isu  bersama.

Hari kedua dimulai dengan penjelasan mengenai apa itu APF dari Ryan Silvero. Setelah itu, Diena Haryana dari yayasan SEJIWA memberikan materi dengan tema Understanding Dynamics Between Adults and Children. Tujuan dari sesi ini adalah membantu peserta menemukan hambatan apa saja yang mungkin ada dalam interaksi dengan orang dewasa serta menemukan cara agar anak dan orang dewasa dapat saling mendukung dan berpartisipasi optimal dalam APF. Untuk menutup workshop hari kedua, Irene melanjutkan dengan sesi menentukan isu apa saja yang akan dibawa ke APF. Sayangnya, karena keterbatasan waktu, sesi terakhir ini harus terpotong dan dilanjutkan lagi keesokan harinya.

Kekhawatiran Anak-anak di ASEAN

Dari preparatory workshop yang dilaksanakan, didapatkan sebuah pernyataan bersama yang berisi isu bersama di ASEAN serta harapan untuk ASEAN.

Children are not yet fully aware of their rights. Also, adults are not yet fully aware of and do not respect our rights

Anak-anak belum sepenuhnya menyadari haknya. Sama halnya dengan orang dewasa yang belum sepenuhnya sadar dan menghormati hak kami.

Children suffer from child labour because their families are poor, parents forcing their children to work, and laws are not enforced.

Anak-anak menjadi pekerja karena keluarganya miskin, orangtua memaksa anaknya bekerja dan hukum belum ditegakkan.

Children face violence in the home, schools, prisons, community, and other institutions. Adults believe that punishing us make us better persons. Violence stops us from speaking our mind and from telling others when we are harmed.

Anak-anak menghadapi kekerasan di rumah, sekolah, penjara, komunitas, dan lembaga lain. Orang dewasa percaya bahwa menghukum kami akan menjadikan kami orang yang lebih baik. Kekerasan membuat kami berhenti menyuarakan pendapat dan menyampaikan kepada orang lain ketika kami disakiti.

Children face discrimination because of their age, gender, social status, nationatily, culture, religion, and other background. We feel discriminated because people think that we are not capable of making decisions.

Anak-anak menghadapi diskriminasi karena usia, gender, status sosial, kewarganegaraan, budaya, agama, dan latar belakang lain. Kami merasa didiskriminasikan karena orang lain berpikir bahwa kami tidak mampu mengambil keputusan.

Children are trafficked because of lack of law enforcement and economic factors such as poverty.

Anak-anak dijual karena kurangnya penegakkan hukum dan faktor ekonomi seperti kemiskinan.

Children are caught in armed conflict where they are at risk of becoming child soldiers.

Anak-anak terjebak dalam konflik bersenjata dimana kami beresiko dijadikan tentara anak.

Children have been affected by HIV/AIDS and other diseases yet government provides limited support for healthcare. Healthcare centers especially in remote areas do not have enough medicine, doctors, and equipments.

Anak-anak terkena HIV/AIDS dan penyakit lain sementara bantuan pemerintah dalam segi kesehatan masih terbatas. Fasilitas kesehatan khususnya di daerah terpencil tidak memiliki obat-obatan, dokter, dan perlengkapan yang memadai.

Children do not have identities because of their undocumented status. Many children do not have birth certificates. There are also children who do not have citizenship and this makes them difficult to claim their rights.

Anak-anak tidak memiliki identitas karena statusnya tidak tercatata. Banyak anak tidak memiliki akta kelahiran. Terdapat juga anak yang tidak memiliki kewarganegaraan dan hal ini membuat mereka sulit meminta haknya.

Children have little say on issues and concern them. There is limited opportunity for us to participate, lack of encouragement from adults, limited information given to us and our abilities are underestimated by adults.

Anak-anak hanya memiliki sedikit kesempatan untuk berpendapat mengenai isu yang menyangkut mereka. Kesempatan untuk berpartisipasi masih terbatas, kurangnya dukungan dari orang dewasa, kurangnya informasi yang diberikan kepada kami dan orang dewasa meremehkan kemampuan kami.

Children do not go to or drop-out from schools because of high cost of education. In many areas, parents discourage children from studying so they can work to help their families earn a living. Governments do not prioritize education in their budget.

Anak-anak tidak sekolah atau drop out karena tingginya biaya pendidikan. Di banyak daerah, orangtua tidak mendukung anaknya sekolah agar mereka bisa membantu keluarganya menghasilkan uang untuk hidup. Pemerintah tidak memprioritaskan pendidikan dalam anggaran negara.

Children are receiving less care and attention by their parents. Because of poverty, parents are forced to give more time to work and earn a living for their family. Parents have a hard time to defend and protect their children from harm.

Anak-anak kurang mendapat perhatian dari orangtua. Akibat kemiskinan, orangtua terpaksa menghabiskan lebih banyak waktu untuk bekerja. Orangtua kesulitan untuk melindungi anak mereka dari bahaya.

Harapan untuk ASEAN

The rights of all children in Southesat Asia wheter they are citizens or not or whether they are children of migrant workers should be respected, protected, and fulfilled.

Hak seluruh anak di ASEAN, baik yang merupakan warga negara atau bukan atau merupakan anak dari pekerja migran, harus dihormati, dilindungi, dan dipenuhi.

Our right to identity and nationality should be respected and fulfilled. Governments should promote and make birth registration accessible. Birth certificates must be given free of charge to all children in Shouteast Asia.

Hak untuk mendapatkan identitas dan kewarganegaraan harus dihormati dan dipenuhi. Pemerintah diminta untuk mempromosikan dan memudahkan akses untuk pembuatan akta kelahiran. Semua anak di ASEAN harus mendapat kesempatan untuk memperoleh akta kelahiran secara gratis

All children should be informed about the UN CRC. This will empower us to speak up, monitor and report violations.

Semua anak harus diberi pengetahuan mengenai UN CRC. Hal ini akan menguatkan anak untuk berpendapat, memantau dan melaporkan pelanggaran yang mungkin terjadi.

Ensure that there are laws to protect children from all forms of violence.

Memastikan adanya hukum untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan.

Ensure that laws are enforced and that government officers are capable and trained well to protect children from abuse and violence.

Memastikan bahwa hukum ditegakkan dan pemerintah memiliki petugas yang mampu serta terlatih untuk melindungi anak dari penyiksaan dan kekerasan.

Ensure that governments provide adequate resources, and accessible and quality education and healthcare.

Memastikan bahwa pemerintah menyediakan sumber daya pendidikan dan kesehatan yang memadai, mudah diakses, dan berkualitas.

Develop national action plans for children. Children should participate in developing these national action plans. Government should provide adequate budget for the implementation of these national action plans.

Mengembangkan action plan nasional untuk anak dimana anak dapat berpartisipasi di dalamnya. Pemerintah harus menyediakan dana yang memadai untuk implementasi dari action plans tersebut.(Dewi)