SIBERKREASI CLASS SMART PARENTING Episode #09
“Mengarahkan Anak jadi Bijak Bermain Online Games”
Rabu, 01 Juli 2020
Moderator : Diena Haryana (Yayasan Sejiwa)
Narasumber :
- Anne Gracia (Praktisi Neurosains Terapan – Vigor)
- Khemal Andrias (Founder & Chairperson NXG – Next Generation)
Pegantar Bu Diena :
Tugas orang tua adalah menanamkan kebiasaan baik pada anak sehingga anak bisa hidup teratur dan berdisiplin. Namun, berlebihan dalam bermain online games bisa menggerus kebiasaan baik ini. Anak-anak biasanya sulit untuk berhenti setelah asyik bermain games. Orang tua dan guru sering kali kesulitan untuk mendapatkan perhatian dari anak. Memecah fokus anak dari bermain games merupakan pekerjaan yang menguras hati, kesabaran, dan energi. Hal ini bisa terjadi karena orang tua yang gagap teknologi maupun literasi pengasuhannya yang kurang sehingga kurang dapat mendampingi anak dengan baik.
“Permainan anak-anak bukan lagi gundu, layang-layang, atau gobak sodor. Tapi permainan mereka adalah video games yang ada di hadapan mereka, terlebih dalam kondisi pandemi seperti ini mengakibatkan anak sulit keluar sehingga makin dekat dengan gadget.” (Khemal Andrias)
Mas Khemal menjelaskan bahwa terdapat 3 masalah utama dalam video games yaitu durasi bermain, kecanduan, dan konten. Namun, yang paling perlu diperhatikan oleh orang tua adalah konten. NXG merangkum bahwa ada 11 konten berbahaya dalam video games, yaitu alkohol, produk tembakau/rokok dan narkotika; simulasi perjudian; perjudian; porno/erotisme; kegiatan seksual/prostitusi; kekerasan; kekerasan fantasi (misalnya burung dilempar batu dan dibuat lucu); kekerasan seksual/pelecehan; sadism/aksi terorisme; tindak criminal; dan dialog kasar
Mas Khemal membagikan tips bagaimana cara orang tua mendampingi anak agar bijak dalam bermain video games, di antaranya :
- Mengubah mindset kita tentang video game bahwa tidak semua video game itu cocok dimainkan oleh anak-anak.
- Mempelajari dan menggunakan sistem rating video game. Ini bisa dilihat dari situs NXG maupun igrs.id dari Kominfo untuk melihat video games apa saja yang tergolong SU (bisa dimainkan semua umur), 3+ (bisa dimainkan anak di atas usia 3 tahun), 7+, 13+, dan seterusnya.
- Maksimalkan penggunaan fitur parental control untuk memudahkan orang tua mengatur konten dan durasi anak bermain game, biasanya ada di PS, Playstore aplikasi HP, Komuputer, XBOX.
- Bermain bersama video game dengan keluarga itu lebih baik, karena merupakan bentuk alternatif rekreasi, ajang komunikasi, mengajarkan sportivitas, monitoring konten, serta melatih kreativitas dan disiplin diri.
“Merupakan tugas bersama kita semua untuk menciptakan ekosistem bermedia orang tua dan anak yang sehat di rumah masing-masing. Karena apabila ia sehat di dalam rumah, ia bisa sehat ketika ke luar rumah.” (Khemal Andrias).
Permasalahan tentang video games juga dapat dilihat dari sudut pandang neurosains. Ibu Anne menjelaskan bahwa di dalam otak kita terdapat beberapa area yang disebut area atensi (attention area). Area ini dibagi ke dalam tiga bagian besar yaitu auditori (pendengaran), visual (penglihatan), dan somatosensori (gerak tubuh). Ketika salah satu bagian dari area ini digunakan secara berlebihan, maka bagian lain di area ini bisa tidak mendapatkan energi sehingga fungsinya menurun.
Ketika bermain game, seorang anak memberikan semua kebutuhan visual, auditori, dan somatosensori (yang biasanya hanya terbatas pada gerak jari tangan, sementara bagian tubuh yang lain tidak digunakan). Hal ini bisa membuat otak akan memiliki area koneksi yang dominan, namun akan ada area yang koneksinya sangat rendah karena area tersebut jarang dipakai. Sementara prinsip kerja otak kita adalah use it or loose it. Jadi apabila terdapat area otak yang tidak dimantaatkan, pelan-pelan koneksi antar area otak itu akan berkurang. Kondisi ini juga diperparah dengan kebiasaan kurang makan, kurang minum, dan nahan buang air kecil atau besar ketika anak asyik bermain gadget.
“Hal yang mengerikan dari kebiasaan terlalu lama bermain video games adalah tubuh anak tidak mempunyai pengalaman real (gerak langsung) karena semua yang dia lihat dibentuk melalui pengalaman imaginery (imajinasi di dunia video games). Ini bisa membuat anak bisa jadi mati rasa akan sensor ketubuhannya. Orang tua bisa mengatasi hal ini dengan mencoba bermain dengan strategi yang lain, seperti menantang anak dalam permainan, menggambar, bermain lego dengan waktu yang cepat maupun bermain permainan dalam video games yang coba dibawa ke dunia nyata. Jumlah waktu di atas 7 jam sehari dan tidak membawa mereka de dalam aktivitas nyata yang direlasikan dengan games yang anak lihat, itulah kesahalan kita sebagai orang tua.” (Anne Gracia)
Video Games dan Kecanduan
Ibu Anne menjelaskan bahwa adiksi video games pada anak terjadi ketika ia sudah tidak sanggup mengalihkan perhatiannya dari bermain games. Adiksi yang sudah parah dicirikan dengan ia tidak peduli terhadap alarm tubuhnya, seperti rasa haus, lapar, dan keinginan untuk buang air kecil atau besar.
Mas Khemal menambahkan fakta menarik bahwa video games sering kali bukan penyebab utama kecanduan. Namun sebetulnya itu merupakan pelarian dari masalah yang dialami, seperti bullying atau kondisi yang tidak menyenenangkan dalam hidup. Video game bisa menimbulkan sesuatu yang menyenangkan karena dalam video games kita bisa jadi siapa saja, sepeti pahlawan, pemain bola terkenal, dan lain-lain. Kondisi ini membuat orang tua perlu mendengarkan apa yang sebetulnya dirasakan oleh anak sebelum mengambil keputusan secara otoriter terkait penggunaan gadget oleh anak.
Kesimpulan Bu Diena :
Anak kita sekarang hidup dengan gawainya. Namun, kita sebagai orang tua tetap punya kendali untuk bisa membantu mereka menjadi versi terhebat dari dirinya. Jangan sampai apa yang mereka pegang (gadget atau video games) sehari-hari merusak potensi ini. Apabila orang tua belum bijak, maka akan sulit mengajak anak untuk bijak. Orang tua perlu meluangkan waktu mendampingi anak untuk memaksimalkan anak mendapatkan stimulasi dari berbagai hal agar semua panca inderanya bermain sehingga koneksi otak anak tumbuh dengan baik dan anak bisa tumbuh menjadi anak yang hebat. Anak boleh bermain games asal pilihannya tepat dan jangan sampai kecanduan. Kita tidak mau menjadi bangsa yang kehilangan potensinya. Maka, mari kita bangun bangsa yang kreatif, hebat, sehat lahir batin, dan otaknya juga tumbuh dengan hebat.