Pada tanggal 10 Januari 2025, di Aula Gedung KPPPA, Lantai 3
- Satu dari Tiga Anak Remaja Punya Masalah Kesehatan Mental
- 800 Siswa di Jawa Timur Mengaku Pernah Menyakiti Diri Sendiri dengan Benda Tajam
- Indonesia Perlu Menata Layanan Hotline yang Ramah Anak
- Anak Usia SD-SMA Masih Acap Hadapi Kekerasan Seksual dan Psikologis
- Kegiatan Daring Berlebih Berdampak Pada Kesehatan Mental Anak














Peranan layanan Hotline khususnya untuk kesehatan mental, luar biasa dibutuhkan dalam kondisi saat ini, dimana kita berada di dunia yang semakin kompleks dan semakin banyak tantangannya. Menurut Survei Kesehatan Mental Remaja Nasional (SNP) 2023, 1 dari 3 anak pada usia 10-17 tahun di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, yakni sekitar 15.000 anak dalam 12 bulan terakhir. Mereka menghadapi kecemasan, depresi, fobia sosial, kesepian, trauma, dan gejala psikologis lainnya yangmemerlukan dukungan konseling segera. Masalah-masalah ini menimbulkan kesulitan bagi kaum muda dalam menghadapi rutinitas sehari-hari.
Ditambah lagi, pada tahun 2023, Simfoni PPA mengindikasikan bahwa Kekerasan seksual merupakan kekerasan yang paling banyak dilaporkan dibandingkan dengan kekerasan lainnya dan terjadi pada anak usia 13-17 tahun. Kekerasan psikologis merupakan kekerasan yang paling banyak terjadi pada anak usia 6-12 tahun. Padahal, dampak-dampak buruk kekerasan seksual terhadap kesehatan mental remaja menurut penelitian National Health Service di Inggris sangatlah signifikan, seperti: depresi, kecemasan, trauma, rasa bersalah dan kecanduan, merasa tidak berharga, menyakiti diri sendiri, serta masalah fisik seperti migrain, sakit perut, kurang tidur, hilangnya nafsu makan, dll. Kekerasan seksual ini dampaknya berjangka panjang, sehingga layak untuk para korban menerima dukungan psikologis secepatnya setelah mereka mengalami kekerasan.
Data tentang gen Alpha datang dari Jawa Timur, dimana pada November 2023 telah ditemukan ratusan kasus remaja SD-SMA yang menyakiti diri sendiri atau self harm. Dinas Kesehatan bersama Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga setempat telah mencatat ada sebanyak 800 siswa, 701 pada siswa SMP dan selebihnya ditemukan pada siswa SMA dan SD. Temuan ini diawali dari 76 siswa SMP di Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan yang didapati melukai lengannya sendiri menggunakan pecahan kaca, penggaris, hingga jarum. Lalu, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga setempat meminta Dinas Kesehatan melakukan skrining terhadap seluruh sekolah di Kabupaten Magetan.
Saat ini anak-anak kita hidup di dunia nyata dan di ruang digital. Di dunia nyata, banyak anak mengalami tekanan hidup yang semakin berat, seperti hidup dalam kemiskinan, kekerasan rumah tangga, lingkungan hidup yang tak sehat, tekanan sosial, kekerasan seksual, dll. Di lingkungan digitalpun banyak anak mengalami tekanan hidup yang semakin berat, seperti perundungan siber, judi online, hoax and informasi menyesatkan, penipuan, grooming, TPPO, adiksi gawai dan internet, lingkungan hidup yang tidak sehat, kekerasan seksual secara eletronik, dll. Ketua KPAI, Ibu Ai Maryati Sholihah, menyampaikan situasi di seputar anak yang perlu menjadi catatan penting bagi kita semua, bahwa: “Kondisi anak-anak Indonesia menghadapi kekerasan dan eksploitasi berbasis online yang eskalatif baik secara jumlah maupun jenisnya. Bahkan disrupsi global berdampak pada menjamurnya konten negatif internet yang berpengaruh buruk pada tumbuh kembang anak. Di sisi lain kita masih menghadapi tantangan tata Kelola penggunaan gawai anak oleh orang tua. Hasil survei KPAI di tahun
2021 memperlihatkan bahwa kebanyakan anak diizinkan menggunakan gadget selain untuk belajar 79% dan anak memiliki gadget sendiri 71,3%, sayangnya mayoritas anak tidak memiliki aturan (79%) penggunaan gadget dengan orang tua, bahkan peran ayah sangat sedikit dalam pengawasan gadget anak, padahal sejatinya kedua orang tua perlu hadir dalam pengasuhan berbasis digital”. Sangat disayangkan, peranan orangtua dalam pengasuhan di ruang digital belum selaras dengan tantangan di ruang digital yang semakin kompleks yang dihadapi anak.
Tak dapat disangkal, peranan dunia digital walaupun begitu banyak manfaatnya dalam kehidupan kita, ternyata berkontribusi pada memburuknya kondisi kesehatan mental bagi para penggunanya yang belum terliterasi dengan baik. Kebiasaan-kebiasaan hidup kita yang seharusnya dekat dengan alam, dan penggunaan psikomotorik yang aktif, bisa kalah oleh kebiasaan di ruang digital yang berlebihan, khususnya pada anak-anak kita. Ditambah lagi, belum banyak orangtua yang terliterasi dengan baik dalam menjalankan pola pengasuhan di era digital dengan bijak, sehingga anak mengalami pembiaran untuk berada di ruang digital tanpa pengarahan, perlindungan dan pendampingan. Hal ini berdampak pada kondisi dimana anak-anak kita mengalami kasus-kasus yang merugikan mereka, sehingga kesehatan mental mereka terganggu, dimana mereka mengalami gejala-gejala depresi, sulit tidur, sulit berkonsentrasi, hilangnya selera makan, kecemasan, kesepian, perilaku adiksi, dll. Bagi anak-anak yang hidup dalam keluarga yang cukup mampu, maka mereka masih bisa memiliki pilihan untuk mendapatkan dukungan psikologis yang diperlukan agar dapat kembali hidup sehat. Namun, bagi anak-anak dari keluarga yang kondisi ekonominya kurang mampu, maka layanan hotline yang gratis, mudah diakses dan professional akan menjadi opsi yang terbaik agar anak bisa mengakses dukungan psikologis yang dibutuhkan.
Dengan meningkatnya kebutuhan bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan hotline yang dibutuhkan, maka perlu dipikirkan upaya-upaya memperkenalkan layanan hotline ini agar semakin dikenal oleh masyarakat serta menetapkan prosedur kerja yang child friendly dan menempatkan pelaksana harian yang mampu memberikan layanan dengan sepenuh hati”. Masalahnya adalah: sudahkah para penyelenggara hotline mampu memberikan layanan seperti ini? Sejauh manakah layanan hotline ini mampu melayani masyarakat, khususnya anak-anak? Seperti apakah kondisi ideal layanan hotline yang child-friendly dan mudah diakses anak? Workshop sehari terkait layanan hotline kesehatan mental yang dilaksanakan oleh SEJIWA dan didukung KemenPPPA, KPAI, UNICEF serta Aliansi Down to Zero membahas seperti apa kesenjangan yang dihadapi oleh layanan Hotline Kesehatan Mental saat ini secara umum, dibandingkan gambaran ideal sebuah layanan Hotline yang seharusnya kita miliki, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah untuk perbaikannya ke depan. Seperti harapan yang diungkapkan oleh Diena Haryana dari SEJIWA, Lembaga yang mengkoordinir kegiatan ini: “Dengan kondisi masalah kesehatan mental anak yang rentan dan sangat membutuhkan perhatian kita, maka kita harus berupaya keras agar Layanan Hotline Kesehatan Mental semakin mampu berperan membangun masyarakat yang sehat mental dan sejahtera, khususnya anak-anak yang sedang bertumbuh kembang agar mereka dapat menjalankan rutinitas sehari-hari mereka dengan baik”.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Bapak Nahar, SH, M.Si, yang memberikan keynote speech dalam workshop ini menyampaikan informasi tentang layanan KemenPPPA bagi masyarakat serta apa yang akan dikembangkan kedepannya “KemenPPPA telah memiliki layanan hotline pengaduan SAPA 129 yang mempermudah masyarakat dalam mengakses bantuan terhadap kasus-kasus kekerasan secara cepat dan kapan saja, serta akan dikembangkan aplikasi pemantau ribuan percakapan di media sosial yang real time, sekaligus mendeteksi pola dan tren kekerasan atau pelecehan yang sedang berkembang sekaligus sebagai instrumen identifikasi pengaduan masyarakat melalui media sosial.” Tentunya hal ini akan sangat membantu langkah-langkah pengembangan layanan Hotline Kesehatan Mental yang akan semakin relevan dan berdampak baik bagi tumbuh kembang anak-anak Indonesia.
Sedangkan Kepala Divisi Psikiatri RSCM Dr Kristiana Siste, SPKJ, Ph.D, yang merupakan ahli adiksi perilaku, mengingatkan kita semua: “Anak-anak agar diarahkan dengan bijak menggunakan internet, karena generasi emas memiliki peluang tanpa batas”. Peringatan ini perlu kita laksanakan, karena kita menginginkan anak-anak kita optimal dalam tumbuh kembangnya, dan mampu membuka segala kesempatan demi mencapai masa depan mereka yang layak dan sejahtera.
Mengingat pentingnya layanan hotline Kesehatan Mental bagi anak-anak untuk mendukung tumbuh kembangnya agar optimal, maka Ibu Lukita Setiyarso dari Child Rights & Business Specialist, UNICEF, menyampaikan “Semua pihak memiliki peran untuk memastikan bahwa setiap anak di Indonesia terlindungi dari segala bentuk bahaya, termasuk bisnis/ pelaku usaha. Ini termasuk memperluas akses ke layanan perlindungan anak esensial dan meningkatkan cara layanan tersebut beroperasi sehingga lebih banyak anak dapat memperoleh bantuan dan dukungan yang mereka butuhkan.” Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah, maka langkah kedepan seperti apa terkait layanan Hotline SAPA 129, disampaikan oleh Plt Asdep Layanan AMPK, Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA: “Kami di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berkomitmen untuk terus meningkatkan layanan hotline ini. Dalam waktu dekat, kami berencana untuk memperluas jangkauan layanan, meningkatkan pelatihan bagi konselor, serta memperkuat kerja sama dengan berbagai pihak untuk memberikan pelayanan yang lebih baik”. Kita sungguh berharap agar upaya ini semakin dapat menjadi barometer layanan hotline bagi penyelenggara layanan hotline yang lain,
sehingga layanan hotline secara nasional akan semakin mampu berdampak bagi kesehatan mental
anak-anak Gen Z dan Gen Alpha.
TENTANG WORKSHOP PENGUATAN KAPASITAS LAYANAN HOTLINE KESEHATAN MENTAL
Adalah workshop sehari terkait penguatan kapasitas layanan hotline kesehatan mental yang dilaksanakan oleh SEJIWA yang didukung oleh KemenPPPA, KPAI, UNICEF, serta Aliansi Down to Zero untuk membahas kondisi kesehatan mental remaja pada saat ini serta kesenjangan yang dihadapi oleh layanan Hotline Kesehatan Mental. Workshop ini memberikan gambaran ideal layanan hotline yang harusnya kita miliki, serta langkah-langkah perbaikan seperti apa yang harus dilaksanakan secepatnya.
Disiapkan oleh:
Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA)
Jln Masjid Al Ridwan 45A, Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Sejiwa.foundation@gmail.com
www.sejiwa.org
Contact person: Anis Rosita (0813 1680 7487)